Jadi, chapter kali ini akan berisi penjelasan tentang bagaimana Jodhi bisa meninggal. Aku harap kalian bisa terima apapun ending cerita ini.Oh, ya, untuk kebutuhan cerita ini aku memakai beberapa bahasa yang sangat kasar dan ada adegan kekerasan. Untuk kebaikan bersama, mohon dengan bijak mengambil sisi baiknya dan buang yang buruk untuk tidak ditiru.
•Happy reading!•
Aku berdiri di atas curamnya karang
Mencari kebenaran yang terabaikan
Hujan yang membawa pelangi
Senyum yang ku jadikan motivasi
Kini tak datang lagi
Aku merasa sepi
Sendiri
MatiGerimis tidak lagi hadir bersama pelangi
Hujan lebih peduli pada petir
Lalu, siapa yang bersedia mempedulikan belas kasih?
Payung itu sudah menghilang
Terbawa angin perpisahan
Begitu banyaknya pilihan bagi satu kehidupan
Membingungkan dalam pembujukan sengsara
Terlunta-lunta dalam pusaran duka
Tubuh penuh luka
Mengelupas hilangkan lembaran dustaDerita paranoia yang diujikan tanpa memandang kasta
Manusia yang berada dalam jeratan putus asa
Hanya bisa pasrah menunggu uluran tangan Tuhan-nya
~ Tara Aponi Beatrice\-(°•°)-/
[Ayu's side]
Aku yang di sini akan menjelaskan sebagai saksi bagaimana rasa sakitnya melihatnya pergi meninggalkan dunia selama-lamanya. Kalian pasti juga ikut bertanya-tanya, bagaimana bisa Jodhi tiada? Pertanyaan yang sama yang tengah diselidiki polisi yang menanyakan kesaksian diriku.
Karena, aku lah yang menjadi satu-satunya saksi kala itu. Sekaligus pihak bersalah bagi diriku sendiri. Ini salahku. Seandainya aku tidak meminta Jodhi datang, mungkin dia masih ada. Mungkin aku tidak kehilangannya. Mungkin aku tidak melihat orang yang darah mengalir di tubuhku membunuhnya.
Flashback on.
Malam itu, Ayu sendirian di rumah milik keluarga Prawira. Bunda dan Ayah pergi bersama Naili menghadiri acara pernikahan anak kepala desa. Sedangkan, Jodhi sendiri belum kembali sejak sore dari acara kencannya.
Semua hal buruk yang terjadi malam itu dimulai saat Ayu membuka pintu utama yang sedari tadi diketuk dari luar sana.
Ayu siap memasang wajah marah saat mengira itu adalah Jodhi. Pemuda yang hampir seumuran dengannya itu memiliki kebiasaan melupakan kunci rumah. Namun, raut wajahnya berganti pucat pasi saat mendapati sosok bertubuh tegap di depan ku. Ayu terkejut melihat siapa yang menjadi tamu rumah ini.
"U-untuk apa kau kemari?" Tubuhnya bergetar hebat. Keringat dingin mulai turun. Sesak teramat sangat menyerang dadanya.
"Sedikitlah ramah saat menyambut tamu, Ayu. Apa kau tidak senang Papamu datang?" Pria itu tersenyum membuat gadis itu makin ketakutan. Ayu membuang wajahnya saat bau alkohol tercium dari pemilik tubuh dengan paras yang mirip dengan milik Ayu.
Ayu berdecih mendengar pria tua itu menyebut dirinya seorang Papa. "Kau bukan Papaku! Aku tidak memiliki Papa sepertimu. Orangtuaku adalah Ayah dan Bunda!" Ayu berteriak dengan keras sampai merasakan otot lehernya mengencang. Rahangnya mengeras dan nafasnya memburu. Darahnya mendidih seja pertama kali melihat wajah pria ini. Kepalan tangan Ayu semakin menguat hingga ia merasakan tangannya sakit sendiri.
Cih, Papa katanya? Bagi Ayu, Papanya sudah mati sejak dulu. Dia tidak sudi untuk menyebut pria yang sudah menelantarkannya itu sebagai Papa. Orang yang seharusnya merupakan sosok yang Ayu teladani itu malah justru menjadi sumber kesedihan Ayu sampai saat ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Teen Fiction"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...