• Happy reading!•
\0/'Menjadi miskin bukanlah kejahatan, akan tetapi banyak yang keberatan untuk menerimanya sebagai takdir kehidupan.'
~My•
•
•
"Liontin itu sangat berharga. Dan aku tidak akan membiarkan Nila memilikinya lebih lama lagi." Siapa yang tahu jika ada tokoh baru yang ikut bergabung menambah seru saja situasi yang baru saja hampir reda ini.Bisik-bisik mulai menimbulkan suara berisik diantara siswa lainnya yang setia menonton.
"Apa maksudmu, Indah?! Kau yang mencuri liontinku?" Tuduh Nila diliputi kecamuk amarah.
Indah yang baru saja secara tidak langsung membuat pengakuan mengeluarkan tawa remehnya.
Kedua manik miliknya menatap sengit pada Nila. "Hahaha... Jangan mengatakan omong kosong, La. Biar aku ingatkan padamu. Kau yang merampok liontin itu, keparat!" Satu umpatan keras dari bibir gadis itu mengundang sejuta ketidakpercayaan. Sungguh keberanian besar yang dimiliki Indah hingga berani berkata kasar pada Nila dan disaksikan langsung oleh Bu Tri yang juga tidak menyangka. Guru wanita itu sudah bersiap memegangi dadanya yang mengalami syok kecil.
"Kau punya masalah apa denganku? Berani sekali kau menuduh sembarangan padaku. Apa bukti tuduhanmu itu?!"
Teman-teman lainnya juga menganggap hal itu mustahil. Pada awal masuk kelas tadi memang kalung itu terpasang manis pada leher mulus Nila. Dan Indah juga diam saja saat Nila memperkenalkan kalung miliknya. Jika ia lupa, ia sendiri yang memanggil Bu Tri untuk ikut menyelesaikan masalah ini. Susah memberikan tebakan kesimpulan disini. Mereka tidak tahu harus mempercayai siapa.
"Aku berbicara fakta! Liontin itu milik ibuku. Mendiang ayahku yang memberikannya. Tapi, nenekmu yang angkuh itu merebutnya hanya karena kami telat membayar uang kontrakan. Dan dengan tidak tahu dirinya, kau memamerkan kalung itu pada teman-teman." Berubah dengan cepat wajah yang dingin milik indah kini tergantikan dengan raut wajah sedihnya. Tentunya tercengang bagi mereka yang mendengarkan pengakuan Indah itu. Mereka seperti tengah menyaksikan secara langsung sinetron.
"Itu salah ibumu yang tidak bisa melunasinya. Dan kalung itu sudah milikku," balas Nila tidak mau kalah.
"Keluargamu itu memang benar-benar kejam. Ibuku sudah membayarnya, walaupun telat! Itu hanya kurang sedikit saja, tapi nenekmu merebut liontin ibuku sebagai gantinya. Dan dengan tidak ada hatinya, kami tetap diusir dari kontrakan."
Hari ini terungkapnya sebuah cerita lain kehidupan Indah sebagai sosok siswi cerdas kelas yang tidak pernah diketahui. Sebagian besar tidak menyangka jika Indah dan Nila selama ini mengenal lebih dari sekedar teman sekelas.
Tatapan tidak menyangka tertuju pada Nila. Menunggu gadis yang gelagapan itu ikut buka suara. Tara cukup tahu rasanya pernah ditatap seperti itu. Ditatap tanpa kepercayaan. Bahkan Mawar juga Wanda yang secara teknis dekat dengan Nila mempertanyakan jawaban Nila sekarang ini.
Tidak membiarkan lebih panjang lagi pembongkaran masalah dilakukan, Bu Tri berjalan mendekat. Disentuhnya bahu Indah seraya memberikan usapan penenang. "Indah, cukup, nak."
Akan tetapi, Indah bergerak mundur, menjauhkan dirinya tanda tidak ingin disentuh siapapun. Nafasnya tersengal masih dengan tatapan penuh kebencian pada Nila. "Tidak, Bu. Ibu sendiri yang mengatakan jika kami harus berani saat benar. Bukankah tadi Ibu menyuruh untuk mengaku? Maka sekarang saya akan mengaku. Juga membantu Nila menunjukkan seperti apa dirinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Teen Fiction"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...