8|| Medicine

265 96 34
                                    

•Happy reading!•

'Ketika fisik mati rasa menerima sentuhan, jagalah hati agar tetap hidup untuk tersentuh melakukan kebaikan.'
~ Jodhi Saga Ginanjar Prawira.

"Duduklah dengan perlahan!"

Sesuai dengan instruksi yang telah diperhitungkan oleh Jodhi, gadis itu dengan menurut mau mendudukkan tubuhnya di atas bangsal pendek yang terjejer berjarak dalam ruangan bersekat tirai putih memisahkannya.

Jodhi memerinci pandangannya pada titik luka yang bersarang di tubuh putih Tara. Manik benderang Tara yang masih menyisakan beberapa pias gumpalan liquid bening bergerak-gerak acak, ia menghindari tatapan dalam itu juga kecanggungan yang diciptakan.

Decakan kecil meluncur dingin dari belah bibir itu. Tatapannya tak kalah jelas menggambarkan suasana hatinya yang memburuk. "Tidak tahu kemana semua petugas kesehatan menghilang pagi-pagi begini. Aku akan mencari kotak P3K dulu, kau jangan banyak bergerak."

Helaan nafas lega menyemburkan karbondioksida yang bercampur dalam udara memenuhi ruangan didominasi warna putih. Ketegangan Tara berkurang sesaat membiarkan Jodhi melangkah memasuki bilik lain dimana berhiaskan obat-obatan dan peralatan kesehatan lainnya memenuhi ruangan.

Kepala Tara kembali berdenyut bersama dengan lamunannya yang beredar mengajaknya menemui memori sebelumnya. Sangat memalukan dengan tubuh besarnya yang jatuh tidak rapi di depan banyak orang. Kura-kura benar-benar perpadanan yang cocok pada aksinya tadi. Sudah jatuh, naasnya lagi tubuh besar miliknya itu tidak bisa bangkit sendiri. Tara mengigit lidahnya sendiri menekan frustrasinya dengan harapan semuanya akan memudar.

"Kotak ini benar-benar disembunyikan! Aku sedikit kesulitan mencarinya!" Heboh Jodhi yang datang membawa pertolongan pertama yang berakhir dalam genggamannya.

Tara tersadar dari ratapan singkatnya.

"Berikan tanganmu!" Pinta Jodhi yang duduk disebelahnya dengan posisi menghadap padanya.

"Eungh... Aku bisa mengobatinya sendiri. Lebih baik kau segera kembali ke lapangan sebelum Pak guru olahraga memarahimu," tolak Tara secara tidak langsung.

"Aku malas kembali. Lagipula aku tidak terlalu suka basket," bantah Jodhi yang tidak mau pergi.

"Tapi, nanti kau akan dimarahi." Bukannya Tara terang-terangan mencemaskan kondisi Jodhi nantinya, namun ia hanya tidak bisa membiarkan orang lain dalam masalah karenanya.

Jodhi sudah sangat membantunya dengan mengantarkan ia ke UKS, walaupun Jodhi sendiri yang meminta dengan alasan bahwa itu adalah tanggung jawabnya sebagai ketua kelas. Lagipula, jantungnya tidak akan aman jika berada di dekat Jodhi.

"Guru itu memang galak dan menyeramkan. Tapi, kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan mati hanya karena dimarahi."

Tara terdiam menerima argumentasi Jodhi. Otaknya mencari alasan lain agar Jodhi mau meninggalkannya, meskipun dengan kejujuran Tara agak takut disini sendirian. Tara tidak habis pikir kalau Jodhi berani dengan gamblang mengungkapkan bagaimana pandangannya pada guru pengapung mapel olahraga itu. Dalam sedikit hatinya ada beberapa kesenangan ternyata pikirannya pada guru itu tidak sendirian.

"Cepat berikan tanganmu atau lukamu itu tetanus." Selain memerintah, rupanya Jodhi juga handal dalam menakut-nakuti. Tara bergidik ngeri memandang kedua telapak tangannya yang terbesit bayang-bayang dimana akan ada luka para yang disebut tetanus. Huh, kebohongan Jodhi adalah hal konyol, namun Tara yang mempercayai hal ini lebih dari halnya bodoh.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang