•Happy reading!•
(^w^)
' Saksi dan bukti adalah unsur utama keputusan untuk keadilan. Namun, kebohongan juga bisa menjadi campuran molekul pembentuk saksi dan bukti. Kuncinya terletak pada kesungguhan diinginkannya keadilan, bukan cepatnya proses penyelesaian masalah.'
~ Tara Aponi Beatrice•
•
•
Tengah hari berpesta bersama teriknya Surya yang mendominasi panasnya udara. Kipas angin yang dihiasi debu menjadi harta satu-satunya bagi pendingin ruang kelas itu selain lubang udara. SMA Wijaya Kusuma tidak ingin sememanjakan itu pada anak muridnya. Rasa-rasanya uang yang ada masih terlalu berharga jika hanya untuk digunakan membeli AC.
Akibatnya, buku yang berisi catatan materi pelajaran tidak jarang menjadi alat serbaguna seperti penghasil angin misalnya. Yang dilakukan Tara juga Anggi seperti itu. Mengipasi diri mereka dengan buku, sedangkan kepalanya sudah berbaring senyaman mungkin pada meja. Kedua mata sipit Tara terpejam menikmati sepoi-sepoi udara menerpa wajahnya, mengantarkan pikirannya pada alam bawah sadar.
Nah, tanpa AC saja mereka sudah bisa untuk menikmati acara tidur, apalagi jika ada alat elektronik itu. Untung saja, ini merupakan bagian dari waktu istirahat sesi kedua dari jadwal.
Suara gerakan membangkitkan kembali kesadaran Tara yang tadinya menggantung di alam mimpi. Kepalanya sedikit mendongak demi bisa menatap Anggi di kursi depannya. "Aku harus pergi ke kelas temanku dulu. Apa kau mau ikut?"
Tara hanya menatap tanpa minat yang selanjutnya tanpa perlu berpikir lama ia memberikan penolakan lewat gelengannya. Bukan Tara jika ia menyenangi kegiatan dimana ia harus keluar dari zona sepinya.
"Beneran tidak ikut? Kau sendirian nanti disini, loh." Kesempatan sekali lagi Anggi tawarkan membujuk Tara agar setuju mengikutinya.
"Tidak apa-apa, Nggi. Aku mengantuk, mau tidur saja."
"Ah, baiklah. Aku pergi dulu, ya. Bye-bye!"
Bukan hal yang asing bagi Tara jika hanya untuk merasakan kesendirian. Sepeninggalan Anggi, ia kembali melanjutkan perjalanan menjelajahi alam bawah sadar. Bukan kebiasaannya menghabiskan banyak tenaga hanya untuk hal yang kurang beralasan menguntungkan baginya. Ia lebih suka menghemat tenaga yang nantinya tubuh besar itu butuhkan untuk kembali melanjutkan aktivitas kehidupan. Hidup bersama tubuh besar juga membutuhkan ekstra tenaga yang harus Tara benar-benar atur sebaik mungkin.
Nyamuk yang menghinggapi wajah lebarnya menjadi saksi hidup yang nyata bahwa jiwa Tara tengah beristirahat sementara waktu dengan tenangnya. Mudah bagi Tara untuk mendapatkan dirinya tertidur. Bukan berarti Tara malas, ia hanya senang tidur. Meskipun pada akhirnya saat terbangun tubuhnya mengalami sedikit rasa pegal-pegal karena salah posisi tidur nantinya. Namun, biarkan Tara tidur kali ini, agar ia siap menghadapi problematika kehidupan yang terjadi nanti.
• • •
Tidak lebih dari 10 menit kualitas tidur Tara sudah ditangguhkan agar terjaga kembali. Bukan mau dirinya kali ini. Itu merupakan salah satu reaksi cepat otaknya yang mau tidak mau bangun mendengar keributan yang sedang berlangsung di kelas.
Gadis itu mengucek kelopak matanya yang menjadi bukti betapa nyenyak tidur siangnya. Ia mengerjap-ngerjap kecil menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk.
"Tadi aku taruh sini. Aku yakin banget, Da." Kata yang diucapkan dengan intonasi tinggi itu yang pertama kali jelas ditangkap oleh pendengarannya.
"Tenang dulu, La. Coba cari sekali lagi dengan teliti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Teen Fiction"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...