22 || Try it!

113 40 39
                                    

• Happy reading!•

:-*

'Dalam hidup kita butuh lebih banyak sinonim untuk memperkecil adanya diskriminasi. Menggunakan setiap antonim agar bisa memiliki pandangan dari sudut yang berbeda. Karena hidup tidaklah semudah dan sesusah apa yang ada pada teater pantomim. Semuanya hanya butuh proses untuk melepaskan status anonim. Walaupun kesempatan sangat minim, tapi kita akan tetap mampu selagi masih ada dream.'
~ Tara Aponi Beatrice.

Kondisi lingkungan SMA Wijaya Kusuma masih sangat jauh dari kata ramai Selasa pagi ini. Jauh sekali bagai saat dimana ekspetasi tanpa usaha tidak akan bertemu realisasi.

Namun, Tara adalah salah satu murid yang memilih menjadi pejuang awal melakukan usaha dari rencananya. Gadis itu sudah menyetorkan wajahnya pada penjaga gerbang sebelum akhirnya melangkah menuju ruang kelas yang baru selesai di buka pintunya.

Bukan tanpa asalan gadis itu sekali lagi merepotkan supirnya untuk mengantarkannya ke sekolah pada pukul 6.23 WIB. Selain hari ini adalah jadwal piketnya, apa yang ada di dalam tasnya adalah sebuah benda yang harus tiba di sekolah ini tanpa telat sedikitpun.

Tara berjalan menuju meja barisan ke-dua. Memang tujuan pertamanya bukan bangku miliknya sendiri. Siswa yang memiliki hak duduk resmi di sana selama ini adalah Jodhi. Itu bangkunya Jodhi dan Candra.

Gadis itu menurunkan tas miliknya dari punggung. Setelahnya ia melakukan sesi pembukaan pada bagian tas yang paling banyak menampung beban.

Muatan tasnya lebih banyak sedikit dari pada hari-hari kemarin. Untungnya saja tubuh besarnya tidak mengeluh menanggungnya. Secara perlahan-lahan Tara mengeluarkan kotak makan hijau yang jika kalian penasaran isinya adalah beberapa buah Dorayaki ala rumahan yang baru saja resepnya Tara pelajari akhir-akhir ini. Tidak kelupaan satu benda lagi yang sama-sama benda padat masuk kategori alat tulis. Buku bersampul biru yang Jodhi pinjamkan padanya tempo hari.

Ditaruhnya kedua benda  itu dalam ruang khusus yang berada di bawah meja. Tidak luput penataan dilakukan serapi mungkin.

"Selesai. Aku harap dia menyukainya," monolog Tara menatap penuh harapan pada bekal yang niatnya untuk diberikan pada Jodhi.

Ya, Tara rela datang ke sekolahan lebih awal hanya karena niat baiknya memberikan bekal untuk orang yang akhir-akhir ini berpengaruh besar dalam anggan dan daftar impiannya.

Mengapa Tara tidak memberikannya secara langsung? Sedemikian rupa sifatnya yang pemalu sangatlah tidak memungkinkan semuanya akan berjalan lancar seperti harapan. Diibaratkan seperti lebih memilih lilin sebagai pencahayaan kala hilangnya daya listrik dibandingkan menghidupkan mesin jenset. Mengurungkan yang mana? Semuanya memiliki kelebihannya masing-masing dalam bentuk berbeda.

• • •

Berselang beberapa menit berikutnya menuju tempat dimana dimulainya kegiatan belajar mengajar yang ditandai akan terdengarnya dering bel masuk.

Isi kelas mulai ramai sejak beberapa saat lalu yang Tara sendiri tengah melakukan piketnya dengan menyapu lantai kelasnya. Kelas ini menerapkan aturan tersendiri untuk pelaksanaan piketnya,- 'Kerjakan piketmu atau menjadi juru tulis untuk mencatatkan semua siswa seharian ini'- begitu aturan mainnya yang merupakan perubahan dari aturan yang lalu dengan bunyi : “Laksanakan piket atau bayar uang Rp. 5.000,00 sebagai masukan kas kelas.”

"Tara, aku mau menanyakan suatu hal."

Anggi membalikkan badannya menghadap arah belakang tempat yang ia duduki. Gadis itu menyempatkan dirinya untuk mengajak Tara berbicara.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang