•Happy reading!•
°-'
Aku terus berjuang begitu keras
Semua tulang-tulang kepercayaan bahkan sudah lepas
Terjebak dalam lamanya proses
Ingin ku mengeluarkan semua protes
Berharap hidup ini memiliki progres
Berusaha menjadi the best
Sampai akhirnya aku stres,
Aku masih jauh dari kata sukses
Menjadi tertinggal bersama air mata yang menetes
Dan kenyataan kembali menyadarkan ku akan kesedihan yang tak pernah beres
~Tara Aponi Beatrice| • | • | Tubby, I Love You! | • | • |
Sudah memasuki Minggu pertama dari program diet Tara berlangsung. Tara hampir terbiasa dengan kebutuhan baru hidupnya untuk beradaptasi demi menurunkan angka kilogram berat badannya. Gadis itu memiliki stok obat pelangsing, teh hijau super pahit, makanan sedikit kalori, terpikat dengan waktu juga melakukan gerakan-gerakan olahraga rutin dalam adaptasi kebiasaan baru kehidupannya.Tara benar-benar merasa kesulitan pada awalnya. Bahkan, ia sempat hampir ingin menyerah saja seolah pupus sudah harapannya untuk kurus. Menahan lapar bagi Tara yang sudah biasa makan tepat pada waktunya juga diselingi camilan enak buatan mendiang Mamanya sulit dihilangkan kebiasaan itu. Selama tujuh hari berjalan ini juga belum ada tanda-tanda jika tubuhnya mengecil. Buktinya perut buncit serta pipi bengkaknya masih ada.
Tapi, seruan-seruan orang tentang bagaimana tidak eloknya bentuk tubuh besar yang ia miliki sekali lagi mencambuk hati Tara agar tetap kuat berusaha meneruskan perjuangan. Setidaknya ia masih ingin pantas untuk bersanding pada Jodhi. Semula ia memang tidak menanggapi penilaian-penilaian buruk orang lain tentang dirinya seperti pesan Mamanya yang harus mengutamakan kebahagiaan diri sendiri. Awalnya Tara sama sekali tidak peduli, toh ia juga yang menjalani. Apapun keadaannya ini adalah pemberian Tuhan. Namun, lama-kelamaan ia juga terhasut akan saran-saran yang memintanya memperbaiki takdir bentuk fisiknya. Ia hanyut dalam penilaian buruk bahwa tubuhnya memang kurang menyenangkan dipandang.
"Kamu hanya sarapan roti selai, Ra?" Tanya Hendra yang melihat anaknya hanya menghidangkan sepotong roti di atas piring milik gadis itu. Sedangkan, Tara memasakkan nasi goreng untuk dirinya dan supir rumah ini.
"Iya, Pa. Tara sudah terlambat untuk sarapan lebih lama," alibi Tara lalu mengunyah satu gigitan kecil rotinya.
"Ini masih pagi, lho. Kamu Papa perhatikan akhir-akhir ini jarang sekali makan. Kamu juga berhenti minum susu hangat dan selalu minum teh hijau. Kamu tidak sedang sakit 'kan, Nak?" Selidik Hendra yang menyiratkan kekhawatiran akan keadaan anaknya.
Tara tahu memang perubahannya begitu terlihat dan membuat orang curiga. Namun, ia masih menahan diri untuk tidak mengaku bahwa dirinya sedang diet. Biarkan saja hanya dia yang tahu untuk saat ini. "Tara sehat kok, Pa. Tara ada tugas piket hari ini, jadi harus berangkat pagi. Tara juga sudah buat bekal untuk makan siang nanti. Papa tidak perlu khawatir, okey?"
Hendra hanya diam menatap dalam putri satu-satunya itu. Duplikat sang istri berada dalam cerminan diri Tara terkadang membuat Hendra tidak bisa menahan rindu yang membuncah pada mendiang istrinya. Ia ingin menjaga Tara sebaik-baiknya sebagai penebusan rasa bersalah karena tidak bisa dengan baik menjaga istrinya dulu.
"Kamu kalau butuh apapun atau ingin makan sesuatu lainnya bilang pada Papa, ya. Kamu punya Papa untuk berbagi segalanya, jangan memendam masalah mu sendiri, Nak."
Hendra sebagai orangtua tunggal pastinya menginginkan sang anak mendapatkan kebahagiaan. Setidaknya ia harus mencoba mempertahankan kebahagiaan Tara seperti sediakala saat ada Mamanya. Walaupun, Hendra tahu semuanya tidak akan pernah sama. Posisi seorang ibu tidak akan pernah bisa tergantikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Teen Fiction"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...