6|| Kind people

266 104 41
                                    

•Happy Reading!•

'Tanpa sadar takdir sudah memberikan peringatan pada kita, tapi mungkin saja kita menggunakan mode silent hingga membutuhkan waktu lama untuk menyadarinya.'
~Tara Aponi Beatrice.

Minggu menyapa ruang para manusia yang tengah menikmati hari liburnya. Rutinitas biasanya sedikit istimewa di weekend yang menjanjikan liburan dan waktu luang untuk memanjakan diri sendiri juga orang kesayangan.

Sama halnya dengan Tara, gadis itu berpakaian rapi dan bersih untuk menikmati waktunya menghadap sang Pencipta. Bibirnya melantunkan lagu yang memuji Tuhannya bersama dengan jemaat yang dituntun oleh kantoria. Penggalan lirik yang mengagungkan kebesaran Tuhannya selalu mampu mendatangkan kedamaian menyelubungi hatinya. Hati yang mendamai menumbuhkan cinta pada sang Esa. Cinta yang nyata adanya. Cinta yang tidak perlu diragukan lagi. Cinta pada Tuhan adalah sebuah pokok kehidupan.

Keluar dari Gereja, Tara menghirup dalam-dalam oksigen mengisi ruang paru-parunya. Hembusan nafas perlahan memberikan kelegaan di rongga dada juga pikirannya. Ia tidak sendirian untuk berada disini, ia bersama sang Mama yang harus mengambil mobilnya di salah satu rumah teman lamanya dekat sini.

Mata sipit Tara beredar hanya untuk sekedar mengamati aktivitas ibadah yang orang-orang lakukan di sini. Sesaat bola mata itu sedikit melebar dengan sinaran terkejutnya melihat seorang wanita muda dengan keadaan hamil mencoba meraih sebuah dompet yang jatuh di tanah. Tentu saja itu susah untuknya yang terhalang perut setengah lingkaran besar mempersulitnya hanya sekedar untuk membungkuk.

Secara naluriah Tara berjalan mendekat. Tangannya terlebih dulu menyambar dompet serta menghentikan usaha wanita itu. Tara tersenyum seraya menyerahkan dompet berwarna merah itu pada wanita didepannya yang memiliki peluh bercucuran di sekitar keningnya.

"Terimakasih ya, dik." Selain cantik ternyata wanita itu juga ramah. Ia menerima kembali alih dompetnya. Dengan sengaja mata Tara melirik pada perut buncit yang dielus-elus penuh sayang oleh yang mengandung.

"Sama-sama, Tante," balasnya dengan sebuah senyuman.

Tara sempat celingak-celinguk mencari keberadaan orang yang mungkin mendekat ke arah mereka, tapi sepertinya semuanya sibuk dan belum ada yang sempat menolong ibu muda ini.

"Apa Tante ke sini sendirian?" Pada akhirnya Tara berani mengungkapkan rasa penasarannya untuk bertanya. Pasti sulit untuk masa-masa hamil tua seperti itu untuk pergi sendirian. Tara pikir seharusnya suaminya harus menjaganya. Itu sangat mengkhawatirkan.

"Tidak, kok. Aku datang bersama suamiku, tapi dia sedang pergi ke toilet sebentar," jawabnya tidak segan-segan memamerkan keindahan senyumnya.

"Oh, syukurlah. Saya kira tadi Tante sendiri. Kalau begitu, saya pergi dulu. Mama saya mungkin sudah menunggu di depan," pamit Tara dengan sopan.

"Sekali lagi terimakasih banyak ya, dik. Maaf jika sudah merepotkan adik."

Tara mengangguk senang. Baginya tidak repot sekali membantu hal kecil seperti ini. Dia tidak rugi apapun dan malah mendapatkan kebahagiaan tersendiri. Bukankah itu adalah kewajiban sebagai manusia harus tolong menolong?

Kepergian gadis itu ditatap hangat oleh wanita calon ibu tadi. Raut wajahnya senang disalurkan bersama usapan lembut untuk calon bayi yang masih bersarang di perutnya.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang