•Happy reading!•
^_^
Aku terus berjuang meski begitu melelahkan
Berusaha sabar meski begitu panjang
Terus mengenang meski akhirnya terlupakan
Terus memperdulikanmu meski ku tahu hanya ada dia yang kau inginkan
Aku percaya walaupun semuanya berakhir kebohongan
Aku tersenyum walaupun menyambut kekecewaan
Aku mencoba berkali-kali untuk menyampaikan, dan hasilnya masih sama dengan aku yang terabaikan
Aku kira selama ini aku berkorban sendirian,
Nyatanya aku hanya terbuai dalam rekayasa kebodohan
Janjimu masih tersimpan dalam angan berupa harapan
Ku tunggu keajaiban yang pada kenyataannya memang kita bukan untuk dipersatukan
Hingga aku sadar memang menyerah adalah akhir pilihan
Karena dia tidak pernah bisa ku kalahkan
Dan melepaskan mu adalah akhir terbaik memberhentikan penderitaan
Perpisahan kita adalah gerbang menyambut kebebasan
Terimakasih sudah menghadirkan tangisan setiap malam
Maaf jika diri ini telah memberikan ketidaknyamanan
Walaupun kita tidak lagi menyapa bukan berarti kita menjadi mantan
Karena, faktanya memang kita tidak pernah ada ikatan
Kau hanya sebuah khayalan yang tidak tergapaikan
Selamat tinggal semua keegoisan!
Demi ku sambut yang baru tanpa ada lagi penyesalan° ,°
Cahaya matahari merambat masuk melalui jendela yang baru saja disibak korden penutupnya. Sinarnya di pagi hari yang cerah ini menerangi seluruh penjuru ruangan yang cukup luas untuk mengistirahatkan tubuh dan menampung banyaknya kisah dan keluh yang tak tersampaikan pada dunia."Tara, bangun. Bangun, Sayang. Ada Jodhi di luar nyariin kamu." Hendra melancarkan aksinya menarik paksa selimut yang anaknya genggam erat membalut tubuhnya.
Sementara raga yang masih menikmati mimpinya itu hanya menggeliat menyamankan posisinya. "Sebentar lagi, Ma," ucapnya tanpa sadar membuat Hendra tersentak kaget. Tara belum sepenuhnya menerima kenyataan atas kepergian Mamanya. Terkadang Hendra sendiri pun begitu. Bayang-bayang istrinya masih melekat kuat dalam keseharian mereka.
"Hei, Tara! Ditungguin Jodhi di bawah, lho. Bangun, Nak." Hendra mengguncang tubuh anaknya.
Pria itu tersenyum saat pada akhirnya Tara dengan terpaksa membuka kelopak matanya. "Kenapa Jodhi datang kemari pagi-pagi sekali, Pa?" Tanya Tara setengah sadar dan berusaha untuk duduk.
"Dia datang untuk mengajakmu pergi. Bangun dan bersiaplah untuk itu, Princess."
"Dan Papa mengizinkannya?" Sangat tidak biasanya Hendra akan memudahkan akses pada pemuda itu untuk mengajak Tara pergi keluar.
"Ya, kenapa tidak? Papa rasa kau juga tidak akan menolaknya, 'kan? Kau juga butuh me-refresh pikiranmu, Sayang. Pergilah menikmati akhir pekan pagi mu. Asalkan kau bisa menjaga diri dengan baik."
Hendra mencoba mengerti masa remaja anaknya yang membutuhkan banyak pengalaman untuk berkembang. Apalagi setelah bibinya Tiwi pulang ke rumahnya Tara tidak lagi memiliki orang yang menemaninya di rumah setiap saat.
"Baiklah, aku akan bersiap-siap. Tolong katakan pada Jodhi untuk menunggu sebentar, Pa." Gadis itu menyingkap selimut dari tubuhnya.
"Iya, akan Papa katakan padanya. Papa akan membeli sarapan terlebih dahulu."
• • •
Minggu yang cerah dengan sinar mentarinya yang menyilaukan mata. Di jalanan kota mobil yang membawa dua tubuh manusia itu merayap menikmati ramainya lalu lalang kendaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Teen Fiction"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...