23|| Guardian

98 42 32
                                    

•Happy reading!•

>,<

'Kita yang selalu menjadi protagonis dalam cerita milik sendiri. Bukan berarti kita tidak bisa mengambil peran antagonis untuk cerita orang lain. Karena, kehidupan ini dinamis dan egois. Menyadari meski kehidupan realistis, masih banyak manusia yang seringkali dramatis. Kerap kali menangis dalam rintikan gerimis. Sehingga luka tersamar senyuman manis. Pada akhirnya kita sampai di garis finish dengan alur ironis. . Menyelesaikan kalimat berbaris. Membuat sebuah cerita kita layak Publish. Sebelum semuanya hanya menjadi historis.'
~Tara Aponi Beatrice.

Secuplik cerita tempo hari sudah berlalu, tapi efeknya masih dahsyat memenuhi setiap ruang pikiran Tara. Tidak terhitung berapa kali suara berat Jodhi dengan kata-katanya berputar bak rekaman terulang dalam otaknya.

Diibaratkan seperti gadis tambun itu tengah berada dalam ruangan tanpa celah yang mengurungnya dengan segudang hal tentang Jodhi. Ia merasa tersiksa, karena pikirannya tidak bisa lepas bebas memikirkan hal lainnya.

Bohong jika tidak ada perubahan apapun terhadap dua manusia setelah dihadapkan suasana kebimbangan seperti itu. Tanpa mereka sadari, beberapa hari ini jarak sudah hadir ke dalam hubungan keduanya. Hubungan yang tidak tahu jelas dan pastinya.

Berawal dari Tara yang menghindar dengan alasan butuh waktu. Dilanjutkan dengan Jodhi yang sepertinya juga memberikannya waktu untuk gadis itu menenangkan perasaannya.

Sebenarnya, jarak yang ada tidaklah terlalu panjang. Hanya ada sebuah dinding kaca yang membatasi mereka. Dimana mata masih memandang, namun fisik tidak dibiarkan terpegang.

Seperti saat ini contohnya.

Tara bukan menjadi siswa yang memiliki gelar pertama kali datang kali ini. Ia sampai di kelasnya saat keadaan sudah ramai diisi teman-teman seperjuangannya.

"Tumben sekali baru tiba, Ra?"

Tara mengangguk sembari meneruskan gerakannya untuk duduk yang semua itu masih dalam pantauan Anggi.

"Iya, tadi sempat antri cukup panjang untuk mengisi bahan bakar," jelas Tara yang mulai menanggalkan tas dari punggungnya.

Anggi tidak bertanya lagi. Ia hanya menjadi pengamat untuk kegiatan Tara yang tengah berfokus pada penataan alat tulisnya di bagian khusus bawah meja. Gadis itu agak membawa sifat perfeksionis dalam dirinya.

Mungkin melihat Tara dengan bibir bungkamnya bukanlah hal yang menarik, kelamaan Anggi juga memilih berbalik badan dan menjadikan Widi sebagai teman berbincangnya.

"Eh, apa ini?" Jangkauan tangan Tara di dalam sana mengenai benda padat kotak.

Ia mendapati wadah bekal makanannya ketika ia berhasil menarik benda itu keluar. Kental dalam ingatan Tara jika barang itu tidak bersamanya beberapa waktu lalu. Itu kotak makan yang Tara selipkan ke laci meja milik Jodhi saat itu.

"Bagaimana bisa? Aku kira ini tidak ditemukan," monolognya seraya menatap arah posisi tubuh Jodhi yang terlihat sibuk dengan acara guyonannya bersama teman sebangku yang tidak salah adalah Candra.

Akan tetapi, pemuda itu sangat sibuk memamerkan suara tawa dan deretan giginya yang kosong satu hingga tidak menyadari ditatap dalam oleh Tara. Tawa itu seakan menular membentuk lekuk senyuman di wajah tembem gadis itu.

Kembali beralih pada kotak bekal yang ternyata tidak kosong. Tara menemukan menu nasi dan tumis baso kecap. Senyuman Tara makin melebar melihat makanan yang sudah membuat lidahnya bereaksi memproduksi lebih banyak enzim.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang