•Happy reading!•
\(•_•)/
Aku yang terlihat sendirian,
Sejatinya ragu akan kekeluargaan
Apalagi dengan persahabatan dan persaudaraan
Yang menjadikan ikatan darah agar selalu bisa mencampuri segala urusan
Bolehkah aku menyerah dalam perjuangan?
Harapan hidup sudah tidak lagi tentang kebahagiaanSetidaknya aku ingin menghilangkan semua beban
Jemari ku sudah bodoh dadakan seberapa banyak aku menelan kekecewaan
Dijejali dengan keterpaksaan
Waktu selalu menunjukkan kekalahan
Nyatanya aku belum diterima oleh kematianMasih jauh jarak menuju kedamaian
Tersesat di keramaian
Tapi, hati hampa disergap kesepian
Bibir juga enggan memberikan senyumanApa guna semua kemewahan,
Jika setiap hari ketakutan akan kehilangan?
Untuk apa kepopuleran,
Jika tidak bisa mendapatkan pengertian?
Masih adakah harapan untuk mendapatkan sandaran?
Setidaknya ada orang yang akan mengantarkan ke tempat terakhir peristirahatan
~ Tara Aponi Beatrice.| • | • | • | • | • | • |
Hari ini adalah hari pertama Tara kembali memakai seragamnya setelah dua Minggu liburan semesternya. Hari murid-murid kembali ke sekolah untuk mendapatkan ilmu yang lebih banyak lagi dari pembelajaran sebelumnya. Sudah banyak hal dirindukan oleh para murid di sela-sela masa liburan mereka. Rindu dengan teman-teman seperjuangannya. Rindu pada kelas yang menjadi saksi pahit manisnya kehidupan menambah kepintaran. Rindu berbuat nakal, rindu melaksanakan hukuman, rindu mengerjakan tugas, rindu dengan taktik mencontek mereka dan rindu yang banyak lagi lainnya termasuk rindu dengan makanan di kantin dengan gratisan dan ngutangnya. Rindu semua itu.
"Selamat pagi, Ra!" Sapaan itu Tara terima dari Wanda ketika ia baru saja memasuki pintu kelas.
Tara tersenyum canggung membalasnya, "Selamat pagi."
"Bagaimana kabarmu?"
Selama ini hubungan pertemanan mereka tidak sehangat itu hingga perlu basa-basi seperti ini. Tara merasa kurang terbiasa dengan perubahan orang-orang di sekitarnya yang tiba-tiba baik padanya.
"A-aku baik. Bagaimana denganmu?" Tara balik bertanya supaya lebih sopan. Atau memang Tara tidak tahu bagaimana cara mengakhiri pembicaraan kaku mereka.
"Sangat baik," jawab Wanda dengan senyuman lima jarinya. Lebar sekali ditambah binar matanya terpancar menjawab jelas suasana hati gadis itu.
"Senang mendengarnya. K-kalau begitu, a-aku akan duduk dulu." Tanpa menunggu persetujuan dari lawan bicaranya, Tara berjalan cepat menuju bangkunya saat bel masuk berbunyi.
Mata gadis itu terbelalak lebar saat mendapati seorang gadis duduk di kursi sampingnya dengan dagu berpangku tangan menatapnya menunggu untuk segera mendekat. Tatapan Tara beralih pada pemuda yang menduduki bangku di depannya. Widi terlihat acuh saja menitipkan beban berat kepalanya untuk ditanggung oleh meja.
"Kenapa kau duduk di sini, Nggi?" Tanya Tara setelah meletakkan tasnya pada kursi. Gadis itu mengambil duduk pada kursinya tanpa melepaskan tatapannya pada Anggi yang terlihat masam wajahnya.
"Aku tidak nyaman duduk di kursi ku," jawab Anggi sambil melirik ke arah Widi.
Tara mengernyitkan dahinya heran. Apalagi dengan wajah Anggi yang tidak ada hangat-hangatnya sama sekali saat ini. Tidak biasanya gadis yang Tara nilai ramah ini bersikap demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Dla nastolatków"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...