11|| Out(war)ds

180 69 59
                                    

Happy Reading!•
\^,^/


'Orang putus asa bukan berarti tidak pernah berusaha, tetapi adalah orang yang ditinggalkan oleh rasa percaya dirinya dalam kegagalan yang menyapa hingga terjebak dalam tidak berguna."
~ Tara Aponi Beatrice.

Keheningan mutlak mengisi atmosfer ruang kelas yang tengah dipantau dalam kegiatan ulangan harian mata pelajaran fisika oleh guru pria berumur kurang dari 40 tahunan yang lebih memilih berpatroli dari meja siswa satu ke meja lainnya daripada duduk diam di bangku guru.

Kriiinngg... Kriiinngg... Kriiinngg...

Tiga kali bel tanda istirahat berbunyi berturut-turut. Gerak-gerik kepanikan para murid yang saling melemparkan tatapan cemas memikirkan kertas soal yang belum selesai terisi jawaban. Mengisi dengan cepat tanpa cermat kali ini adalah pilihan terbaik mereka daripada tidak memberikan jawaban apapun.

"Waktu kalian sudah habis. Jangan ada yang mengerjakan lagi! Cepat kumpulkan di meja depan!" Perintah guru itu menggema menginterupsi kegiatan anak muridnya yang masih panik mengurus isi soal ulangan mereka.

Ragu-ragu perlahan murid-murid mulai menyerahkan kertas ujian mereka untuk dikumpulkan pada salah satu murid perwakilan meskipun dengan berat hati. Helaan nafas pasrah terdengar bersahutan setelahnya.

"Baiklah, kelas saya akhiri sampai sini. Terimakasih untuk keikutsertaan kalian. Saya permisi." Kelas benar-benar telah menemui jeda untuk istirahat setelah guru fisika mereka sudah keluar dengan langkah angkuhnya.

"Huh, tadi itu benar-benar mendadak. Mana soalnya sulit-sulit lagi. Otakku serasa ingin meledak," keluh Anggi yang menoleh kebelakang untuk berbicara pada Tara. Gadis itu mengacak rambutnya sendiri sebagai pelampiasan emosi kekesalannya.

Tara hanya memandang tersenyum sebagai tanggapan.

"Aku bahkan belum sempat belajar semalam. Aku rasa Pak Andik memang baru bercerai dari istrinya dan menjadi duda muda hingga kita jadi sasarannya."

Satu tonyoran mentah mendarat mulus di kepala bergaya rambut undercut teman laki-laki yang menduduki kursi disebelah Anggi. Tentunya Anggi menjadi pelaku kekerasan terhadap pemuda itu hingga mendengus tidak terima.

"Kau itu bicaranya tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu, Di. Jangan hubungkan masalah pribadi Pak Andik dengan profesionalisme pekerjaannya, dong. Dasarnya kau saja yang tidak pernah sungguh-sungguh kalau belajar," ceramah Anggi.

Disini seperti biasanya, Tara selalu menjadi penonton pasif yang menyimak aktif perbincangan orang disekitarnya itu.

"'Kan aku hanya memberikan informasi saja. Aku belajar juga tidak akan menjadi ilmuwan."

"Memangnya kau ingin menjadi apa?" Tanya Anggi dengan nada sedikit meremehkan.

"Aku? Aku dulunya ingin menjadi banyak profesi. Saat kecil, aku sering berkhayal tentang asiknya sehari menjadi tentara, besoknya lagi menjadi dokter, hari selanjutnya menjadi presiden, dan setiap hari bisa berganti-ganti pekerjaan sesuai yang aku inginkan. Namun, setelah aku beranjak dewasa, aku hanya ingin berdiam diri di rumah dan menghabiskan banyak waktu untuk tidur, makan, dan buang air. Akan tetapi, aku juga berharap tanpa bekerja aku bisa memiliki penghasilan melimpah tanpa terlibat masalah apapun." Widi menjelaskan sembari membayangkan masa kecilnya dulu yang selalu tidak teguh pendirian hingga mudah bergonta-ganti cita-cita. Tara hampir tertawa lepas mendengarnya. Hampir sama seperti Tara kecil dulu bercita-cita, bedanya sekarang Tara tetap memiliki hal yang dicita-citakan meskipun sudah berbeda dari keinginan masa kecilnya.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang