7. Perhatian

1.3K 192 19
                                    

Vote dulu dong!!!







Matahari mulai kembali hangat, hujan pun kian mereda. Menyisakan daun-daunan basah dan pijakan kaki yang terdapat genangan air.

Acara berteduh kedua insan itu pun berakhir.
Kini mereka mulai kembali ke apartemen Armin.

"Terimakasih, sudah mau menemani saya belanja" ujar Armin sembari tersenyum.

"Sama-sama" Annie menjawab seraya melenggang pergi ke kamar untuk mengambil tas.

Tak lama di pintu kamar Armin, menampilkan sosok Annie dengan tas menggait di pergelangan sikut nya.

"Kamu mau kemana?" Tanya Armin heran.

"Pulang" singkat Annie.

"Sekarang?"

"Tentu saja"

"Kenapa terburu-buru?" Armin seperti ingin menahan Annie lebih lama.

"Ini sudah siang, saya sudah banyak merepot kan anda pak"

Lalu Armin menghembuskan nafas nya berat.

"Yasudah saya antar. Tunggu, saya bersiap dulu"

"Tidak usah, saya bisa memesan taksi" Annie menolak penawaran Armin.

"Saya tidak menerima penolakan" lekas Armin pergi dan bersiap.

Annie hanya bisa pasrah dengan penawaran bos nya yang terdengar seperti perintah. Tentu saja ia tak bisa membantah nya.

~

~

Di mobil, mereka tak saling bicara. Masih berkutat dengan pikiran masing-masing, entah apa itu.

Sampai suara Annie menginterupsi menjangkau indra pendengaran Armin.

"Stop di depan" suara itu membuyarkan lamunan Armin.

"Baikalah"

Mobil berhenti.

"Terimakasih"

"Ya, sama-sama"

"Eh iya pak, saya hanya mengingatkan untuk sering-sering mengompres luka anda dengan air hangat"

"Tidak" singkat Armin.

"Eh, kenapa?" Annie heran.

"Saya tidak bisa, jika kamu tidak membantu saya" bibir Armin sedikit mengerucut.

"Mengompres itu bukan sesuatu yang sulit" Annie menekan kan.

"Saya ingin kamu yang merawat saya" Armin menoleh pada Annie dan tersenyum dengan wajah penuh harapan.

"Jangan bercanda" kemudian Annie melengos dan turun dari mobil.

Setelah Annie menutup pintu mobil nya, segera Armin membuka kaca mobil untuk memandang wajah Annie sebentar sebelum ia pulang.

"Hati-hati" Annie berujar dengan senyum tipis di bibir nya. Sangat tipis.

Setelah sampai di apartemen nya, Annie langsung saja membanting tubuh pada kasur empuk milik nya, memikirkan potongan-potongan kejadian dari kemarin malam hingga barusan bersama bos Armin.

"Kenapa rasa nya aku nyaman ya bersama pak Armin" Annie bermonolog menatap langit-langit kamar yang sama sekali tak ada yang menarik.

"Ah sudahlah terlalu pusing untuk memikirkan sesuatu yang aku sendiri tidak mengerti" Annie lekas berdiri dan beranjak ke kamar mandi, lalu mandi kemudian mencuci piyama Armin yang masih menempel di tubuh nya.

History [AruAni]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang