1

12.6K 962 15
                                    

Hawa dingin masih menyelimuti sebagian daerah yang tertutup embun akibat hujan semalam, tak terkecuali kawasan rumah Anin

Meski cuaca diluar sangat mendukung untuk melakukan aksi tarik selimut, Anin justru sudah menyelesaikan ritual kamar mandi dan hendak berangkat menuju restorannya

Dengan outfit yang tidak terlalu resmi, dia segera keluar dari kamar untuk mengambil sarapan yang sudah disediakan Mamanya di meja makan

"Eh eh eh, jangan sarapan dulu! Nih antar kerumah sebelah"

"Lagi?!"

Sebenarnya apa yang ada di pikiran Mamanya? Kenapa dia suka sekali menyuruhnya untuk mengantarkan rantang entah sarapan, makan siang, bahkan malam sekalipun ke rumah yang Anin saja tidak tahu pemiliknya. Apa Mamanya tidak iba kepadanya gegara beberapa waktu yang lalu dia dikejar Anjing dari rumah itu sampai celananya robek sepaha?

Namun saat Anin bertanya kenapa, Mamanya tidak pernah menjawabnya dengan jelas. Bahkan saat dia mencurigai Mamanya selingkuh, dia justru dipukul dengan spatula bekas numis bumbu cabai

"Udah, sana pergi! Jangan banyak tanya!" ujar sang Mama kemudian kembali lagi ke area dapur untuk menyelesaikan gorengannya

Dengan wajah bersungut-sungut Anin segera mengantar rantang itu kerumah sebelah. Setibanya dia disana dia hanya bertemu Mang Jajang, penjaga rumah besar itu

"Eh Mbak Anin, ngantarin rantang lagi?"

Anin mengangguk. Seketika dirinya ingin melabeli sendiri dengan plakat 'tukang antar rantang', karena hampir setiap hari dia melakukan pekerjaan ini

"Mang, emang pemilik rumah ini siapa? Mahluk halus ya?" tanyanya setelah memberikan rantang itu pada Mang Jajang

Mang Jajang sedikit tercengang mendengarnya. Ya kali pemiliknya mahluk halus, emang dia digajinya pakai daun mangga?

"Ya manusia lah mbak"

"Masa?"

Mang Jajang mengangguk

"Tapi kok, saya ga pernah ketemu sih Mang? Udah hampir setahun loh. Bahkan sampai saya dikejar Anjing sekalipun, saya ga pernah ketemu pemiliknya"

"Majikan Mamang bentar lagi juga keluar Mbak, kerja"

"Dia kerja juga? Saya kira cuma diam saja dirumah jadi arca"

"Dia itu----"

"ANINNNNNNNNNN!!!!! MAU SAMPAI KAPAN KAMU GOSSIP DISANA?! BURUAN BERANGKAT! KEBURU PELANGGANMU DIGONDOL MALING!"

Lengkingan suara yang menggelegar seantero komplek sontak membuat siapa saja yang mendengarnya langsung terkena serangan jantung mendadak, bahkan tanpa mencari sumber suara sekalipun, sudah dapat ditebak siapa manusia berdaster pemilik suara 4 oktaf tersebut

"Ya udah Mang, saya berangkat ya. Keburu kuping saya congek lama-lama disini"

Mang Jajang hanya tersenyum mendengarnya, dia juga segera masuk kedalam rumah untuk menyerahkan rantang itu kepada majikannya

"Mama apa-apaan sih, ya ampun Anin ga budeg ya?!" protes Anin setelah dia sampai di area meja makan

"Tadi katanya ga mau suruh nganterin rantang, eh taunya malah gossip. Udah sampai tahap mana gossipan kamu?"

Astaga Mamanya kenapa sih, sensi amat. Dikira dirinya juga ga doyan gossip?!

"Anin ga kayak Mama ya. Anin cuma heran karena belum pernah ketemu sama pemilik rumah itu"

"Oh iya? Masa?" ledek Mamanya

Anin mengambil duduk di meja makan, kemudian mulai menuangkan nasi goreng beserta telur mata sapi dan sosis kepiringnya

"Emangnya yang balikin rantang siapa Ma? Mang Jajang?"

"Dih, sotoy! Ya pemilik rumahnya lah"

Mata Anin melotot, seketika dia juga tersedak

"Loh? Mama udah pernah ketemu pemiliknya?!" syoknya

"Ya pernah lah. Setiap dua hari sekali, dia kesini balikin rantang. Lumayan loh bisa buat cuci mata, mana masih muda, tajir pula"

"Ma, please deh. Tapi kok Mama ga pernah cerita sih?!"

"Kamu kan ga doyan laki-laki"

Anin diam, mencoba mengabaikan

"Sayang ya, orang seperti dia masih single. Heran deh Mama"

Fokus aja makan Nin, fokus. Abaikan suara lelembut

"Andaikan Mama punya anak yang ga menunda-nunda untuk nikah, pasti udah Mama kenalin"

Tahan-tahan, jangan protes

"Laki-laki seperti dia susah loh dicari dijaman sekarang. Udah ganteng, sopan lagi. Kurang apa coba? Fisik oke, dompet apalagi"

Oke, lambaikan tangan ke monitor. Anin nyerah, kupingnya memanas. Dia tahu jika sang Mama hanya memanas-manasinya saja untuk segera menikah. Dari pada pagi-pagi hipertensi, dia memilih untuk segera berangkat. Persetan dengan perutnya yang masih mendapat 3 suap nasi, lebih baik mati kelaparan dari pada mati karena terusik kalimat kapan kawin, ga elit banget sumpah





®®®




Releate banget bagi kalian yang tinggal di negara tropis, sanak saudara udah pada berbuntut, dan terjebak diusia sangat matang

Rasanya kek pen menampol gitu ga sih? Tapi hmmmmm sudahlah apalah daya kkkk

Jangan lupa vote dan komennya ya teman2

SeeUnext,


Rican Wang

SUNSET GARDEN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang