43

3.1K 217 18
                                    

Gila

Hanya kalimat itu yang sekarang bercokol di kepala tante Hana. Sangking speechless nya beliau bahkan tidak bisa berfikir apa-apa, jangankan berfikir, bergerak saja tidak

"Ma, mau sampai kapan kamu duduk disitu?"

Sudah lebih dari 2 jam semenjak kepulangan Lavera dan suami, beliau hanya duduk mematung di sofa ruang tamu. Bahkan Tante Hana masih tidak menggubris pertanyaan sang suami, dia masih menata kembali kesadaran otaknya agar tidak semakin linglung

"Bisa-bisanya mereka" lirih Tante Hana

Om Herma mendekati sang istri sembari membawa laptop yang akan dia gunakan untuk meeting secara online. Meski situasi mereka sedang tidak mengenakkan hati, namun namanya bisnis tetap saja bisnis, siapa yang peduli

"Kita kan sudah tahu alasannya Ma"

Mata Tante Hana menatap lekat sang suami

"Papa, percaya?"

Om Herma menyenderkan punggungnya setelah beliau menyalakan laptop dan menaruhnya di atas meja tamu

"Kalau dibilang ga percaya gimana, kalau engga juga gimana"

Tante Hana menghela nafasnya panjang. Beliau sendiri juga sama, tidak ada yang tahu kebenarannya seperti apa

"Ya semoga saja mereka berkata benar, Ma. Kalau sampai bohong itu keterlaluan namanya" imbuh Om Herma

"Sebenarnya aku ga peduli mau si Bram kawin sama siapa, yang ga habis fikir kenapa harus dengan Lavera? Duda satu itu memang tidak tahu diri!" batinnya kecut

.
.
.
Flashback On

Setelah kematian Arumi, hubungan Bram dengan putra tunggalnya semakin merenggang. Semakin hari, Ryan semakin menghindar darinya. Bahkan setiap dia bertanya kenapa, Ryan enggan menjawabnya. Jangankan menjawab, menoleh saja tidak

"Sebenarnya kamu kenapa sih, Ry?! Papa punya salah apa sama kamu nak?!"

Om Bram sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya, mau sampai kapan mereka terlibat perang dingin yang tidak diketahui alasannya ini

"RYAN! KALAU ORANG TUA TANYA ITU DIJAWAB!"

BRAK

Ryan membanting laptopnya pada meja makan, rasa bergemuruh mulai menyerang ulu hatinya diikuti warna wajah yang mulai merah padam

"Tanya sendiri pada diri anda, Bapak Bramantyo yang terhormat" ujarnya setenang mungkin tapi penuh penekanan dalam setiap kalimatnya

Tanpa menggubris lontaran pertanyaan dari Papanya, Ryan memutuskan untuk segera pergi dari rumah itu

"Kamu mau kemana?! Papa belum selesai bicara!"

Om Bram hanya bisa bernafas pasrah. Jika terus-terusan seperti ini, bagaimana dia memberitahu Ryan perihal keinginan mendiang Mamanya

"Kalau terus seperti ini, bisa-bisa aku tidak diakui lagi jadi bapaknya. Ryan-ryan, kapan kamu dewasa nak"

Sementara disisi lain, seorang wanita yang masih mengenakan setelan tidurnya langsung syok seketika setelah dia mendapat kabar yang teramat mengejutkan dari orang diseberang sana

"Apa kamu gila? Kenapa bisa jadi seperti ini? Siapa otaknya?!"

....

"Tidak. Aku tidak mau. Yang benar aja dong!"

....

"Seharusnya kamu kan bisa bilang! Kenapa malah pasrah sih?! Kamu suaminya apa bukan hah?!"

SUNSET GARDEN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang