Gorden berwarna putih itu menari dengan gemulai bersama semilir angin yang menembus ke dalam ruangan itu bersamaan dengan cerahnya cahaya matahari pagi menyambut kota Jakarta. Bahkan, debu-debu yang berada di ruangan tersebut bisa terlihat berterbangan oleh cahaya matahari. Hal kecil yang selalu diabaikan oleh manusia-manusia.
Bunyi kendaraan menyelusup diantara debu-debu, cukup kuat untuk mengusik damainya seorang Cece dan Tara hari ini. Seolah-olah keduanya tak ada yang berniat untuk membuka mata dan memulai hari. Mungkin mimpi mereka terlalu indah hingga takut untuk terbangun menemui sang kenyataan pahit yang menyakitkan.
Tara yang tertidur betelungkup dengan kedua tangannya di samping bangsal Cece atau lebih tepatnya menggenggam tangan gadis itu. Sebab semalam, gadis itu terlihat tengah bermimpi buruk hingga berkeringat dingin.
Entah dorongan dari mana, keberanian pun dikumpulkan Tara dengan cara menggenggam tangan Cece dan mengusapnya lembut penuh kasih sayang. Bagai magical doremi, perlahan-lahan Cece kembali tenang, bahkan raut wajahnya tidak sepanik dan semenyakitkan itu lagi.
Mimpi yang membuat Tara bertanya-tanya, "Apakah Cece trauma dengan Leona?" dan berakhir ia menyalahkan dirinya sendiri. Sebab menolak pertunangan yang diajukan untuknya dengan Leona.
Flashback on
Hidangan makan malam di sebuah restoran Jepang itu terlihat sangat mewah dan berkelas. Bahkan perjamuannya terasa lebih hangat karena dua orang sahabat karib tengah mengenang masa lalu berupa kepingan-kepingan cerita usang yang menyenangkan.
Memori dan masa lalu. Dua hal yang akan selalu berhubungan hingga masa depan yang tak pernah diprediksi hingga sampai kapan.
"Gue ga bakalan nyangka juga berhasil diriin perusahaan. Padahal dulu modal imajinasi doang" lantas suara tawa khas bapak-bapak ditambah satu perempuan paruh baya yang tertawa sambil menutup mulut, entah memang ingin terlihat elegan atau tidak, tidak ada yang tahu. Hanya saja, ia terlihat berkelas jika seperti itu bahkan mampu mengundang tatapan kekaguman dari berbagai penjuru ruangan yang sayangnya langsung dibalas tatapan horor oleh sang suami.
"Gapapa bro, gue tau lo emang doyan halusinasi jad udah ga kaget gue kalau besok-besok lo bilang bakal diriin rumah di Mars" saut laki-laki lainnya yang diduga adalah papa nya Tara. Laki-laki yang bekerja sebagai CEO Khal&Ta Hightech Coorperation itu masih bisa mengingat dengan jelas betapa seringnya, sahabatnya itu menghayalkan banyak hal.
"Tapi satu hal yang ingin gue ucapkan terima kasih, terima kasih sudah mengenalkan gue dengan Gadis. Kalau ga gara-gara lo, mungkin gue udah melajang" lalu ditutup dengan tawa renyah kembali.
Sebenarnya Tara bingung dengan acara perjamuan makan malam ini, ada hal yang sedikit mencurigakan dibalik ini semua. Sebab, setau Tara, papanya tidak semudah itu untuk bisa diajak hanya sekedar makan malam jika tak ada sesuatu yang urgent.
"Maafin aku ya Ma, aku baru samp---" ucapan gadis itu terpotong atau lebih tepatnya ia yang memilih untuk tidak berbicara karena mendadak, jantungnya ingin lepas dan meninggal saja. Lidahnya serasa mati rasa ketika hendak berbicara. Bagaimana pun, saat ini yang ada dihadapannya adalah laki-laki pujaan semesta ilmu bahasa yang tak bisa didekati siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In Summer || Jaemin
Fiksi PenggemarBaik Cheryll atau akrabnya dipanggil Cece itu juga memiliki masalah dalam hidupnya. Permasalahannya dengan mantan sahabatnya yang tak pernah selesai. Begitu juga dengan Tara yang tak pernah bisa berdamai dengan kejadian masa lalunya. Dibawah hujan m...