32) Mission

166 37 16
                                    

Cece hanya diam mematung di taman rumah Ovin, tak melakukan apa-apa selain mendesahkan keluh kesah nya yang tak kunjung usai pada rerumputan hijau yang dilewati deretan semut hitam dan merah. Hendery sebenarnya ingin mendekat ke arah Cece, tetapi sudah ada Tara yang nampak berjalan ke arah gadis itu sambil membawa segelas air putih.

Hendery gregetan bukan main, "Kenapa air putih sih goblok! Yang agak elit lah!" Tuturnya dari balik tembok. Sekarang Hendery seolah-olah melihat kekasihnya yang selingkuh padahal ia hanya mengawasi adik perempuan kesayangannya.

"Thanks, Tara." Tak ada respon balasan, tetapi Tara langsung duduk di sebelah Cece. Keduanya duduk pun tidak berdekatan, Cece diujung kanan dan Tara diujung kiri. Seolah-olah menandakan masih ada jarak yang luas membentang diantara keduanya.

Keduanya pun juga hening dalam waktu yang sangat lama. Tak ada percakapan tetapi hanya ada suara berisik di dalam kepala masing-masing yang enggan mulut mereka sampaikan. Terkadang, manusia itu kebanyakan gengsi dan segan untuk menyampaikan yang terpikirkan dan yang dirasakan.

Dan pada akhirnya, keduanya luput pada pikiran masing-masing mengundang tanya para semut yang lewat tentang keberadaan mereka yang tak dipenuhi percakapan. Bahkan, mungkin saja, para semut juga gregetan melihat Tara dan Cece. Seperti Hendery.

Hingga, satu sosok lain muncul dari belakang hendak memanggil keduanya, tetapi langsung dibekap oleh Hendery. "Lo jangan ke sana, biarin aja mereka." Pesan nya pelan di telinga si oknum yang hendak menuju ke sana. Arta benci perasaan ini, dirinya jelas-jelas cemburu dengan Tara tetapi kenapa Hendery tidak memberikannya lampu hijau untuk mendekati Cece? Bikin isi kepalanya semakin mumet saja.

Lagi-lagi Arta kalah dalam hal apapun dari Tara. Dan Arta benci itu!




"Lo pernah merasa beda ga?" Akhirnya Cece membuka mulutnya pertama kali untuk bertanya. Sebenarnya, Tara diam bukan karena tak ada bahan obrolan, tetapi dirinya menanti Cece untuk bercerita tentang hari-hari penuh beban berat gadis itu. Tara tau bahwa ketika seseorang sudah mau mengutarakan isi pikirannya terlebih dahulu tanpa dirinya minta, kejujuran dalam curhatan itu akan muncul tanpa paksaan.

Perasaan lega pun akan menghampiri.

"Setiap orang selalu ngerasa beda, Ce. Tapi dengan porsinya masing-masing, ceritanya masing-masing bukan perasaan beda yang bakalan sama."

Lalu hening, Cece tak lagi bertanya bahkan Tara pun tak melanjutkan apa-apa. Keduanya kembali diam dengan Cece yang hanya memegang ujung bajunya, gadis itu grogi saat ini.

Hendery tidak habis pikir dengan dua insan manusia yang tengah mengadu nasib itu berbicara sekenanya saja. Padahal bisa dielaborasi lebih dalam, bisa dibicarakan dari hati ke hati. Hendery rasanya ingin menggigit tiang rumah Ovin saja.

"Gue kekanak-kanakan, ya?" Ini dia yang Tara tunggu, titik insecure Cece yang belum pernah gadis itu suarakan selama ini. Cece selalu saja merasa bersalah atas ketidak mampuan nya dalam mengungkapkan cerita, selalu menangis ketika sedih bahkan selalu merasa sendiri. Cece sadar akan hal itu tetapi dirinya tidak mampu keluar dari sana. Itu semua karena Cece selalu merasa ia salah jika mengungkapkan nya.

"Bukannya setiap orang emang kanak-kanak dengan caranya masing-masing. Bedanya, kalau lo tetap dititik itu, lo akan diliputi rasa bersalah dan takut untuk menceritakan sesuatu tapi kalau lo cerita dan kasih tau Riu atau Wisha, artinya lo mampu untuk berbagi rasa, walau mereka ga bakalan bisa bantuin lo sepenuhnya, tetapi lo bakalan lega dari perasaan kekanak-kanakan itu."

Cece tersenyum miris, dirinya tak pernah menyangka bahwa Tara akan berbicara sepanjang dan selebar ini tentang permasalahan hidupnya dan entah kenapa, hatinya menghangat gara-gara kalimat Tara.

Rain In Summer || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang