35) About Leona

205 31 13
                                        

Sarah akhirnya memilih untuk tinggal di rumah Cece yang bahkan tak pernah Sarah bayangkan sama sekali. Sehingga, keduanya sudah berbagi tempat tidur malam ini. Sebenarnya Sarah penasaran dengan Cece yang tak memiliki rasa waspada sama sekali. Padahal bisa saja dirinya ketika terlelap di tusuk dengan pisau oleh Sarah atau dicekik pada bagian leher.

Ternyata memang benar, ketika kamu bertemu seseorang yang benar-benar baik tanpa pamrih, bahkan langit pun memberikan rasa teduh padanya, membuat Sarah yakin bahwa manusia baik itu masih ada.

Bahwa takdir Allah tentang hukum berbuat baik itu ada.

Kebaikan, ketulusan dan kelembutan Cece benar-benar menyentuh hati terkecil Sarah.

Sarah yang awalnya masih punggung-punggungan dengan Cece pun menoleh ke arah gadis itu.

"Ce... Lo udah tidur?"

Cece pun merubah arah tidurnya menghadap Sarah, "Belum."

Sarah ragu ingin bertanya, tapi sebagian kewarasan dalam dirinya benar-benar membutuhkan sebuah jawaban atas apa yang ingin ditanyai nya. "Lo benci Leona?"

Cece kaget ditanyai perihal tersebut, tapi kemudian sebuah senyum paling tulus dalam yang pernah Sarah lihat sudah bisa menjelaskannya. Tentang tatapan rasa sayang dan senyuman kehangatan itu. "Engga, Sar."

Lalu, Cece merubah arah tidurnya lagi menjadi hadap langit-langit kamarnya. "Leona itu sahabat gue yang pertama. Dia baik. Ceria. Suka menolong."

Sarah berdecih, "Tapi gue sama Leona berniat membunuh lo!"

Cece terkekeh, "Leona pasti punya alasannya, dan gue rasa simpel. Tapi menyelesaikannya terlampau rumit karena gue yakin, Leona ga mampu buat keluar dari sana, dia butuh orang lain."

"Maksud lo?"

"Leona kesepian, Sar. Dia ga punya teman selain gue, dan lo." Ada jeda di sana, tak pernah Sarah menduga bahwa Cece akan mengatakan hal yang Sarah rasakan terhadap Leona. Kesepian.

Berteman dengan sepi lalu menjadi kesepian itu sendiri bukan lah hal yang diinginkan siapapun. Sebab, Sarah tahu rasanya kesepian itu menyiksa. Tak punya seseorang yang benar-benar menyemangati itu adalah kehampaan di dalam keramaian.

"Hidup Leona ga pernah beruntung sedari dulu. Dia udah menderita jauuuhh sebelum semua ini terjadi. Papa dan Bundanya sering ribut masalah hal sepele di depan Leona. Sedari Leona kecil, mentalnya udah ga stabil karena hampir setiap hari kedua orang tua nya ribut." Ada jeda sesaat, seolah-olah langit-langit kamar Cece memberikan kilasan balik masa lalu.

"Lo tau, Leona ga pernah suka di hardik, dibentak, dicaci maki, apalagi di salah kan. Rasa takut itu yang buat Leona berteman sepi, Sar. Ga cuman itu, Leona bahkan....," suara Cece menjadi serak. Membayangkan setiap inci kesedihan pada wajah Leona benar-benar membuat hati Cece pilu. "Hingga... Leona menyaksikan bagaimana papa nya menampar mama nya karena tidak mau menerima perempuan simpanan papa nya di rumah mereka. Gue rasa lo tau perempuan itu siapa."

Cece sesak, dirinya selalu ingin menangis setiap mengingat bagaimana Leona menceritakan kepiluannya itu. Cece tak bisa membenci Leona karena Cece sudah terlalu tahu bagaimana derita gadis itu terpendam terlalu lama. Luka yang entah bisa sembuh atau pilu yang akan menjadi sesuatu yang hanya menjadi kenangan terlupakan.

"Hingga puncaknya bunda Leona dibunuh oleh mama tirinya. Leona tau itu, kejadian itu tepat di depan matanya. Mama tirinya mendorong bundanya dari balkon lantai dua. Lo tau Sar, apa yang terjadi sama Leona setelah mendengar reaksi papa nya atas kesaksian Leona? Papa Leona menuduh gadis itu lah yang mendorong bundanya sendiri."

Sarah bisa mendengar suara Cece menjadi semakin serak, dirinya tidak tahu bahwa Cece sepeduli itu pada Leona. Hati Sarah bergeming dan entah kenapa ikut merasakan sakit itu. Bukan secara fisik tapi hati. Sarah tak pernah menyangka bahwa Leona semenderita itu sedari kecil.

Rain In Summer || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang