"Kita harus ke tempat Leona sekarang," ucap Cece tanpa pikir panjang sama sekali.
"HAH? LO GILA APA, CE?! Ibaratnya lo nih baru keluar kandang harimau masuk kandang singa. Ga capek apa?" Tanya Joanna. Cece menggeleng dan menatap Tara dan Jov penuh binar dan harapan, seolah-olah jika mereka berdua tidak menuruti permintaan gadis itu, maka mereka tidak akan pernah selamat.
"Hiiss, Tara, lo bujuk Cece dan gue ngikut aja."
"Kita pergi." Final Tara yang membuat sikembar menghela nafas mereka. "Lo bucin banget anjir!" Omel Joanna.
"Gue cuman berpikir logis." Balas Tara yang membuat Jov hanya menghela nafas saja.
Akhirnya mereka berempat memilih untuk mendiskusikan rencana pelarian bersama di dapur tetangga Cece. Sebenarnya, rumah yang ditempati oleh Cece saat ini merupakan mantan kolega Bapak Cece. Bahkan mereka juga tahu kondisi seperti apa yang membuat Bapak Cece meninggal.
"Ovin sama Arta udah menuju kesini, mereka sekitar satu jam lagi sampai." Jelas Jov. Joanna menatap kembarannya, "Apa?" Balas Jov dengan rasa tidak pekanya sama sekali.
"Jov, menurut gue mending tuh dua kurcaci suruh tunggu di simpang gang aja dari pada masuk ke sini." Saran Joanna benar-benar di luar dugaan mereka karena gadis itu memang berpikir akan keberhasilan penangkapan dan keberhasilan penyelamatan. Dedikasi dirinya pada permasalahan negara patut dihargai, pikir Cece. Hingga, Cece dan Tara saling menuntut penjelasan pada pendapat Joanna.
"Gue bakal nyamar jadi lo Ce. Mumpung gue juga punya tugas buat nangkap tuh manusia-manusia."
"Tapi bukannya aneh kalau cuman lo yang harus nangkep mereka sendiri?" Pertanyaan Cece dijawab dengan gelak tawa oleh Joanna. "Sorry, sorry. Habisnya lo lucu, nanya pertanyaan serius tapi ekspresi wajah lo imut."
Jov menoyor kepala Joanna untuk memperingati gadis itu agar tidak bercanda disituasi saat ini. "Sebenarnya kolega gue udah masuk ke dalam tim mereka, tinggal menunggu sinyal dari gue aja sih."
Cece mengangguk mengerti, "Joanna, biar gue ikut. Gue ga mau lagi sembunyi dan dilindungi. Gue mau nunjukin kalau gue engga lemah."
Mereka bertiga diam mendengar perkataan Cece yang penuh keyakinan namun juga takut diwaktu yang sama. Siapapun tahu bahwa Cece tengah mencoba berani walau tangan gadis itu mengeluarkan keringat dingin yang kentara dan badan yang bergetar ketakutan.
Tara memegang pundak Cece agar menghadap ke arahnya, laki-laki itu seolah meminta Cece untuk menatap mata hitam yang penuh misteri itu. Meminta diselami lebih dalam lagi hingga sura bariton Tara membuat Cece tersentak, "Ce, listen to me. I'm trully thankful that you are trying your best until now even you are scared right now." Ucap Tara sambil meraih tangan kanan Cece yang masih basah oleh keringat bahkan tangan itu terlihat pucat. "You are not ready yet, Ce. Kamu cuma ga mau ngerepotin Joanna dan kita semua karena menurut kamu itu masalah kamu sama Leona dan keluarganya."
Perih. Seolah ditusuk jarum tepat pada ulu hatinya, Cece berusaha untuk tidak menangis sekali lagi dihadapan Tara. Laki-laki yang dulunya ia sangat benci karena harus satu tim. Tapi semesta menolak rasa tidak suka itu, semua yang terjadi dan dilalui selama ini menuntun Cece agar selalu menyelami mata hitam itu.
Mata yang membuat Cece takut akan kehilangan dan jatuh cinta.
Joanna yang akhirnya paham kerisauan Cece menepis tangan Tara dan memeluk gadis itu, "Gue ga bakat ngomong manis ke orang lain Ce. Tapi, gue tau lo butuh pelukan kayak gini sekarang."
Basah, deraian air mata yang jatuh satu persatu itu sudah membasahi pundak Joanna. Cece merengek layaknya anak kecil dalam pelukan hangat Joanna, apalagi aroma lavender begitu kuat muncul dari pakaian Joanna. Membuat Cece merasa lebih nyaman dan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In Summer || Jaemin
FanfictionBaik Cheryll atau akrabnya dipanggil Cece itu juga memiliki masalah dalam hidupnya. Permasalahannya dengan mantan sahabatnya yang tak pernah selesai. Begitu juga dengan Tara yang tak pernah bisa berdamai dengan kejadian masa lalunya. Dibawah hujan m...
