21) Promise

235 59 11
                                    

Kadang, tak selamanya setiap manusia diam berarti memang tidak memikirkan sesuatu. Hanya saja, kedua insan yang tengah saling diam di sebuah tempat menenangkan ini hanya mencoba untuk menenangkan pikiran yang tak henti berpikir, yang tak henti mencari tahu. Mencari tahu alasan dan apa yang terjadi barusan.

"Apa Tara sudah gila?! Oke, anggap saja dia gila! Tapi kenapa aku lebih gila lagi dengan tidak mendorongnya sama sekali?! Arrrrrgghhhhh, Nissa bodoh" batin Cece. Cece memanggil dirinya dengan nama Nissa. Denissa. Panggilan favorit. Panggilan yang ia rindukan dari dua suara syahdu selembut seruling malam di atas gurun pasir.

Hanya saja, tak ada lagi sosok se-syahdu dan se-damai itu untuk tempat pulang. Pulang dengan senyum indah merekah yang selalu akan ia lakukan seperti dulu berubah menjadi kepulangan yang membawa luka menusuk hingga ruangan berbentuk kotak itu tak mengandung oksigen sama sekali. Sesak. Hingga rasanya paru-paru Cece tak bisa ia fungsikan dengan benar. Saraf-saraf otaknya seperti memaksa berhenti memerintahkan seluruh organ pernafasannya bekerja.

Tanpa Cece sadari, sesak nafas yang selalu terjadi ketika ia mengingat kenangan dimana kematian kedua orang tua nya tepat di depan mata, bagaimana si jago merah melahap semuanya tanpa sisa hingga ia dibawa lari menjauh oleh seseorang yang juga sama berharganya oleh orang lain.

Cece kesulitan bernafas, suaranya seperti orang yang kekurangan oksigen, bahkan ia yang awalnya berdiri mulai terduduk memegang dadanya dengan tangan kiri. Gadis itu memaksakan dirinya untuk bernafas, gadis itu memaksakan agar oksigen masuk kedalam alveolus-nya dengan memukul dadanya kuat-kuat.

Tara kelabakan. Ia tak tahu harus berbuat apa selain meminta Cece untuk berpikiran tenang tanpa terdistraksi hal-hal buruk sama sekali. Laki-laki itu tak pernah menyangka luka setiap orang ketika diingat akan membawa perubahan pada kesehatan mereka. Tara sebenar benci jika keadaan merepotkan seperti ini. Tapi entah kenapa, perkataan Hendery di rumah sakit tempo dulu membuat ia tidak tega meninggalkan Cece sama sekali.

Sebab, kakak gadis yang tengah ia coba tenangkan saat ini dengan teknik sugesti ketenangan yang diberi tahu kan oleh Hendery itu, telah memohon kepada Tara, agar laki-laki itu menjaga Cece. Padahal, Tara sudah berkata bahwa ia bukan sosok yang tepat untuk itu.


Flashback On

Malam itu, tak ada cahaya bulan yang menembus jendela hingga menyinari kamar inap itu. Bahkan Cece terlelap dengan damai tanpa terpengaruh dengan obrolan malam antara Tara dan Hendery.

"Lo... Bagaimana lo bisa nyelamatin adik gue?"

"Jovan, bukan gue"

Hendery berdecak, "Kalau bukan lo, kenapa lo berada di sini tiap malam setelah Arta pulang? Kenapa kalian tidak datang sama-sama aja?"

Bagai rentetan lirik lagu seorang rapper artis kpop ternama, Hendery, bertanya dengan sekali tarikan nafas.

Tara tak langsung merespon hingga kesunyian menyergap ruangan itu dari suara-suara manusia. Hanya suara jam dinding yang terus berdetak dipadu alunan tetesan air kran yang menetes.

Hendery jengah dengan suasana sunyi ini, bagaimana pun juga lelaki itu benci kesunyian, karena ia tahu bahwa kesunyian hanya membawa rasa luka itu kembali hadir berputar bagai film cinematic photography.

"Tolong jaga Nissa" permintaan di sela-sela tatapan pada langit-langit kamar inap Cece membuat berbagai bayangan betapa bahagianya tawa gadis itu berlari di sekitaran pantai yang bertiup angin saat ia dan keluarganya yang masih lengkap.

"Nissa?"

"Nissa nama panggilan dari kami semua di rumah. Dia sangat suka dipanggil Nissa dari pada Cece atau Love. Baginya, kata Nissa itu berarti satu panggilan untuk pulang ke rumah, tempat ia akan menetap dan tertawa bahagia"

Rain In Summer || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang