36) Run Away Planning

103 17 9
                                    

Berita kecelakaan bus yang disembunyikan sebagai kesalahan supir yang mengantuk itu membuat Leona tidak tahu harus berekspresi macam apa lagi.

Tetapi, tawa seorang gadis yang baru saja masuk ke kediamannya itu membuat Leona membenci gadis itu.

"Leona, bukan kah sudah ku katakan bahwa siapapun yang kau sayangi akan mati, bukan? Mari kita list terlebih dahulu, dimulai dari perempuan jalang itu, kemudian papa, lalu kucing kesayanganmu, kemudian anak-anak panti yang kau lindungi diam-diam sedari dulu, sekarang Sarah. Wah, banyak ya orang yang meninggal gara-gara kamu menyayangi mereka, Kakak."

"KELUAR!"

"Aduh aduh aduh takutnya~, hahahahaha. Kakak tidak lupa kan kalau aku bisa saja melaporkan kakak ke polisi detik ini? Menurut kakak bagaimana reaksi Cece yang berusaha untuk menyayangi kakak tapi apa balasan kakak? Kakak bahkan memfitnahnya dan menerornya. Sungguh licik." Abisha berkata seolah-olah kejahatan yang sudah gadis itu lakukan hanya lah debu yang bisa disapu kapan saja.

"KELUAR GUE BILANG!"

"Aku padahal ke sini cuman untuk menghibur kakak karena kehilangan Sarah." Jelas Abisha lalu dia berjalan menuju pintu untuk pergi, tapi ia kemudian berhenti dan berkata, "Menurut kakak aku tidak tahu apa kalau kakak sebenarnya pura-pura benci dan membuli Cece agar dia tidak dikejar ibu, bukan?"

Abisha pergi begitu saja dengan mobil miliknya tanpa melihat bagaimana Leona terduduk menangis karena kehilangan orang-orang yang menyayanginya dan ia sayangi. Gadis itu bahkan terluka melibihi siapapun yang ada di kehidupan ini. Tak ada yang benar-benar mengerti arti sebuah kehilangan dengan sangat mendalam kecuali saat mengalami hal serupa. Rasanya hanya pedih tanpa titik yang tak tahu kapan penghujung paragraf penuh air mata ini akan berakhir. Terlalu semu untuk sesuatu yang menyakitkan. Terlebih jika kehilangan tersebut berkali-kali tanpa jeda.

Raungan tanpa suara itu, begitu pilu hingga rasanya rumah yang terlihat horor itu menampilkan wujud berduka yang mendalam. Rumah yang dulunya ditinggali oleh keluarga nya yang masih sederhana dan jauh dari hiruk pikuk kejamnya kehidupan.

Leona sekali lagi, diselimuti rasa sesak dan takut untuk yang kesekian kalinya bahwa ia akan kehilangan Cece, satu-satunya manusia yang tak ingin terlibat dengan sifat ibu dan saudari tirinya itu. Namun, sekarang semuanya sudah terlambat, bahkan untuk menyesalinya.

"Bunda... Ona ingin bertemu, Bunda." Hari itu, Leona hanya menangis hingga tertidur di atas lantai sambil berharap bahwa ia dapat pergi ke tempat bundanya berada.

********

Cece yang masih diawasi dari luar tentu saja ketakutan setengah mati, apalagi tetangganya yang tak bisa berbuat apa-apa.

Namun, saat Jov, Tara, dan entah siapa yang ada di dalam kotak box itu membuat Cece curiga setengah mati.

"Cepat keluarin gue anjir!" Suara teriakan dari dalam tersebut membuat Cece buru-buru membuka kotak tersebut dan muncul lah seseorang yang tak Cece kenal dari sana, namun terlihat seperti Jov?

"Waaahhh, akhirnya gue bernafas lega juga. Oh, lo yang namanya Cece ya? Astaga cantik banget sih." Cece tidak tahu harus merespon seperti apa karena dirinya merasa tidak enak dan aneh.

Tapi, Jov malah memukul kepala perempuan tersebut. "Kalau kepala gue bego gimana?!" Keluhnya dan keluar dari kotak tersebut.

Cece melirik ke arah Tara seolah meminta penjelasan dan segera laki-laki itu menyikut lengan Jov.

"Oh, maaf ya Cece. Gue Joanna kembarannya Jov. Salam kenal ya." Cece tidak menyangka bahwa Jov ternyata memiliki saudari kembar yang begitu cantik dan juga bermata kucing seperti miliknya itu.

Rain In Summer || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang