34) Apologize

144 29 9
                                        

Cece yang memang diasingkan ke rumah lamanya hanya bisa menatap sendu satu per satu figura yang terpajang. Foto bapak yang lulus wisuda S3 nya ketika Cece masih anak ingusan. Saat itu, Cece benar-benar tidak paham dengan acara wisuda dan sejenisnya.

Tetapi ada satu hal yang Cece sadari dari hal itu, kejadian dimana Cece menangis karena es krimnya dimakan oleh Hendery saat hendak berfoto. Awalnya Hendery dan Cece memang sama-sama membeli es krim dengan rasa yang berbeda. Cece es krim strawberry dan Hendery es krim coklat vanila.

"Bang, kenapa selalu pesan dua rasa? Kenapa engga ketiganya aja langsung?"

Hendery yang tengah menjilati es krim itu pun menoleh pada sang adik kecil yang dikuncir dua itu. "Engga ah, nanti lo mintak es krim gue."

Cece cemberut, "Ga aaassiiikkkkkkkk, wleeeekkkk."

"Wleeeekkkk," balas Hendery.

Ibu yang melihat itu hanya tersenyum manis dan menggelengkan kepalanya. Ibu akan selalu tersenyum, tidak pernah marah. Hanya itu memori masa kecil Cece yang tersisa tentang ibu nya.

Ibu nya yang tak pernah marah, ibunya yang tak pernah membandingkan dirinya dengan anak-anak lainnya, ibu nya yang akan selalu bilang, "Dek, kita hidup di dunia itu bukan buat kompetisi dapat penghargaan paling banyak, gelar yang berderet di nama kita, dicintai begituuuu banyak nya oleh manusia. Tapi, kita hidup itu hanya semata-mata untuk Allah ya. Apapun yang terjadi, entah adek merasa sesak karena sakit hati yang tak terobati, jangan membenci ya? Tetap maafin orang lain ya? Kalau ga ibu ga kasih uang jajan."

Dengan begitu saja, isakan tangis Cece meraung begitu pilu tanpa ada siapapun di sana. Isakannya penuh rindu memeluk ibu, rindu digendong bapak, dan sesak karena masalah yang terus dirinya hadapi. Selama ini, Cece itu terluka, benar-benar kesakitan tanpa bisa berkata, menjelaskan, menunjukkan apa yang sakit, karena yang paling terluka dalam dirinya sejak lama adalah hatinya. Tetapi, kata-kata ibu selalu membuatnya bertahan hingga detik ini.

Air mata itu terus mengalir tanpa henti, keluar begitu deras nya tanpa permisi dan membasahi semua kenangan yang terisi. Luka itu tak kunjung lega, sesak itu masih di sana sampai-sampai Cece harus memukul dadanya agar sesak itu hilang. Nyatanya, dunia nya seperti biang lala, di detik yang sama diri nya tertawa maka detik itu juga dirinya jatuh ke bawah dan tenggelam dalam rasa yang tak terucapkan.

Tak ada kakak nya, tak ada kedua teman dekatnya, bahkan tak ada Tara. Ia benar-benar sendiri berteman sepi pada malam sunyi. Bahkan sinar rembulan pun enggan untuk masuk memeluk dengan hangatnya Cece. Semenyedihkan itu hingga langit pun tak bisa berbuat apa-apa.

Hingga sebuah telfon yang tak terduga memperdengarkan suara yang tak Cece duga.

Sarah.

Gadis itu di sini. Di dekatnya. Disaat tak ada siapapun yang akan melindungi dirinya. Habis lah nasibnya, sekarang, Cece hanya perlu meratapi apa yang akan terjadi. Tentang bagaimana ia akan menutup mata nanti. Apakah tewas tak bersisa atau tewas tanpa jiwa.

*******************

Cece kembali membawa sebuah cangkir berisi teh panas ke hadapan Sarah, gadis itu kira Sarah akan membunuhnya atau memperlakukan dirinya dengan kejam yang tidak manusiawi. Mengingat Sarah adalah tangan kanan Leona.

Sarah awalnya ragu untuk meminum teh tersebut, "Ini ga lo kasih racun, kan?"

Cece menggeleng dengan ragu-ragu karena bagaimanapun aura Sarah saat ini sungguh luar biasa kelam dan mengintimidasi. Sarah akhirnya meminum minuman tersebut. Walau was-was dan ragu, Sarah yakin Cece tidak sekeji dirinya, sindirnya terhadap diri sendiri.

Bagi Sarah, hidupnya itu kelam tanpa cahaya. Tak ada yang tahu bahwa Sarah membenci dirinya sendiri yang lemah.

Hanya suasana hening, bahkan jangkrik saja takut untuk bersuara malam itu.

Rain In Summer || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang