25) Julia

180 42 12
                                    

Cece kira teror dengan darah dua hari yang lalu hanya sekedar iseng-iseng beberapa oknum, tetapi perkiraan gadis itu salah. Memang benar, kita sebagai manusia tidak pernah bisa menebak satu menit, satu jam, satu hari bahkan lebih kedepannya. Bahkan kita tidak akan pernah tahu orang lain diam-diam merencanakan rencana jahat terhadap kita. 

Sore ini, tepatnya saat hujan rintik-rintik menyapa bumi dengan ramah sampai-sampai mereka semakin sore semakin ramai mendatangkan seorang kurir paket ke kosan Cece dengan dalih "Paket atas nama Cheryll Loveanda Denissa." Padahal Cece sebagai pemilik nama tidak pernah melakukan check out apapun padahal. Terakhir kali Cece berbelanja online pun satu minggu yang lalu karena ada flash sale lipstik kesukaannya tengah diskon.

Walau merasa aneh, tetap saja gadis itu turun ke bawah setelah diberi tahukan oleh teman satu kos nya. Bermodal kardigan hitam sebagai outer agar tidak kedinginan, Cece membuka pintu dan disambut oleh kilatan kuning di atas sana dan disusul suara bising yang paling gadis itu benci. Refleks Cece menutup gendang telinganya dengan kedua tangan.

"Mbak, ini paketnya" ujarnya. Cece masih sedikit kaget dan gemetar akibat suara petir. Tetapi, melihat wajah kurir yang berharap Cece mengambil kotak yang terbungkus itu pun membuat Cece memberanikan diri. "Makasi banyak ya Mas"

"Iya Mbak. Kalau gitu saya pamit Mbak"

"Tapi masih hujan Mas"

"Gapapa Mbak. Mendingan Mbak masuk saja ke dalam. Takut petir kan?"

"Eh? Ah, iya Mas"

Tak ada kejanggalan dari kota yang baru saja Cece terima saat ini. Gadis itu membawa kotak kecil itu ke dalam kamarnya. Tanpa ada rasa curiga, tanpa ada rasa penasaran dan tanpa ada rasa takut, Cece membuka pintu kamarnya dan segera membuka bingkisan atas namanya itu.

Selang beberapa menit kemudian, Cece tiba-tiba saja ragu membuka perekat kardus kecil tersebut. Tidak tahu kenapa, hanya saja ia menjadi was-was. Perasaan aneh dan tidak enak menyelimuti dirinya. Belum lagi di luar sana suara petir bersaut-sautan yang membuat sesekali tubuh Cece bergetar dan ketakutan.

Bermodal nekat, Cece membuka kardus nya dengan hati-hati. Memang, orang jahat akan selalu ada tanpa kita ketahui keberadaannya sama sekali.

"AAAAAAAAAAAAAA!" pekik nya kencang bersautan dengan suara petir dan pecahnya jendela kamar kos nya. Dalam kotak yang terdapat sebuah tikus mati itu dengan tulisan "next is you" mampu membuat rasa mual hebat muncul. Hanya saja tak sampai disitu, sebuah batu yang memecahkan jendela nya pun bertuliskan kata-kata "die" dengan darah tikus. Bau amis darah menguar semerbak di dalam kamar Cece. 

Cece panik dan takut. Gadis itu menangis sesegukan di belakang pintu kamar dengan memegangi lutut kaki nya. Cece hanya berharap hari-hari tenang tanpa ada satu orang pun yang mengusiknya disaat dia tidak pernah mengusik orang-orang. 

Seketika sesegukan berubah menjadi raungan bahkan Cece kembali mengingat kedua orang tua nya yang meninggal akibat kebakaran. Beruntung saja Abhisa yang kerap dipanggil Sasa itu langsung masuk ke dalam kamar Cece saat pintu kamar yang pemilik terbuka dan memperlihatkan kotak dengan bangkai tikus itu beserta jendela pecah. Abisha memang baru di kosan Cece, gadis itu baru dua minggu yang lalu pindah ke sini.

"Mbak Ce, Mbak! Mbak dimana?" tanya nya dengan hati-hati, hanya saja saat mendorong pintu kamar sang pemilik, Sasa tidak bisa mendorong lebih jauh dalam lagi sehingga ia bergegas melihat ke balik pintu. Dan benar saja, Cece dengan wajah pucat itu gemetaran sendiri dengan pandangan kosong entah memikirkan apa-apa. 

Sasa paham bahwa ini gejala gangguan pada kondisi mental Cece, segera gadis itu menutup mata Cece agar tidak melihat hal-hal tersebut dan memeluk nya.

Rain In Summer || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang