00

42.4K 1.3K 24
                                    

Prolog
.

.

.

Romero beringsut bangun dari tidurnya membuat selimut yang menutupi badannya melorot, menampakkan dadanya yang bidang hasil dari gym tiga kali sebulan.

Menghembuskan nafas pelan dan memijat kepalanya yang terasa berat. Efek alkohol yang dikonsumsi semalam. Menyesal karena terlalu banyak meneguk minuman laknat tersebut.

Kini matanya beralih pada sosok wanita yang tersenyum manis padanya sedari tadi. Wanita yang hanya mengenakan baju kaos sepaha yang ia yakini tak mengenakan apa-apa di dalam, selain bagian bawah untuk menutupi bagian sensitifnya. Rambutnya dicepol asal sehingga menampilkan lehernya yang terdapat beberapa bercak merah yang ia yakini itu adalah ulahnya.

"Kita lakuin itu?" tanyanya dengan suara serak. Bukan bergairah karena melihat penampilan wanita seksi yang menggugah hasrat, melainkan karena baru bangun dan tenggerokannya kering.

"Lebih tepatnya... kita lakuin itu lagi." Koreksi wanita tersebut masih menyunggingkan senyuman manisnya.

Romero mengusap kasar wajahnya membuat wanita itu tertawa geli.

"Come on Romi. Kelakuan kamu kayak aku baru aja ambil keperjakaan kamu," ujar wanita tersebut tersenyum geli sembari mengusap kepala Romero. Kini posisinya duduk di hadapan Romero.

"Kamu gak niat 'bangkitin' aku lagi, kan?" Romero menahan tangan wanita itu yang hendak turun ke area sensitifnya yang mengeras.

"Aku bukan maniak Romi," jawabnya pelan nyaris seperti bisikan lalu memajukan tubuhnya dan mengecup pelan bibir Romero. "Aku mau bikin sarapan. Kamu mau apa?" tawarnya sembari memperbaiki posisi cepolan rambutnya agar lebih rapih, kini posisinya telah berdiri membuat Romero mendongak menatapnya.

"Terserah."

"You like women, Romi," ejek wanita itu tertawa geli.

"Whatever!" Romero mendengus kesal membuat wanita itu kini tertawa kencang dan berjalan keluar.

Romero menghembuskan nafas kasar beberapa kali. Merutuki dirinya dan menginginkan semalam tidak pernah terjadi. Namun, nasi telah menjadi bubur. Ia tak bisa mengubah segalanya dan telah terjadi. Seketika ia teringat jika tak menggunakan pengaman karena terlalu terburu-buru mengikuti nafsunya.

Kali ini ia membenturkan kepalanya di bantal. Sekali lagi merutuki dirinya dan mengerang kesal. Kesal pada dirinya sendiri.

Sementara itu wanita yang menjadi partner bed Romero semalam, tak hentinya tersenyum dan bersenandung pertanda jika wanita itu begitu bahagia.

Membuat pancake dengan saus nanas kesukaan Romero serta susu vanila hangat yang juga kesukaan Romero. Tak lupa ia membuat sup pengar agar Romero merasa lebih baik setelah mabuk semalam.

"Rali!" Wanita tersebut menengok ke arah Romero yang kini telah menggunakan pakaian lengkap.

"Kamu makan dulu, Romi," tawarnya seraya tersenyum manis. Menyiapkan sarapan di atas meja. "Makan sup aja dulu, ya?" tawarnya lagi sembari menarik Romero duduk di stool bar.

"Gimana? Enak?" tanya Rali melihat Romero menikmati sup pengar buatannya. Romero menanggapinya dengan berdehem karena sibuk mengunyah.

Rali tersenyum kecil lalu mengecup sudut bibir Romero yang terdapat sisa air sup membuat Romero menghentikan kegiatannya dan menatap Rali yang kini juga menikmati sarapannya.

"Kenapa?" tanya Rali sadar ketika Romero memperhatikannya.

"Nothing," balas Romero kembali menikmati sarapannya.

Hingga ponsel Romero berbunyi membuat kegiatan sarapan mereka terhenti.

Romero merogoh ponselnya dari saku celana lalu menatap layar yang menampilkan nama si penelepon.

'NAINA🧡'

Perasaan bersalah menghantam uluh hati Romero. Ia meneguk ludahnya kasar, meneguk air terlebih dahulu kemudian menjawab telepon dari tunangannya tersebut.

"Iya... halo," jawabnya pelan sembari memainkan gelas digenggamannya.

"Hm... baru bangun," dusta Romero, semakin merasa bersalah dan menggumamkan kata maaf beberapa kali dalam hati karena membohongi Naina.

"Iya. Aku segera ke situ." Setelah itu, Romero memutus panggilan lalu berdiri. Kali ini fokusnya beralih pada Rali yang masih menampilkan ekspresi riang seperti biasanya.

"Lain kali aja kita sarapan bareng. Naina mau sarapan bareng aku," ujar Romero yang diangguki Rali.

Setelahnya Romero pergi begitu saja. Tanpa kecupan atau pun salam perpisahan.

Semuanya tak perlu karena Rali bukan siapa-siapa bagi Romero. Meski spesial, tapi tak sespesial Naina yang merupakan tunangan pria tersebut.

Rali bukan selingkuhan Romero, bahkan mereka tak menjalin hubungan khusus. Mereka hanya berteman. Kawan lama yang entah sudah berapa tahun lamanya terjalin.

Senyum Rali yang sedari tadi tersungging kini memudar setelah Romero pergi meninggalkannya seorang diri. Ia menusuk-nusuk pancake di hadapannya menggunakan garpu. Membuat pancake tersebut tak berbentuk lagi. Kemudian, ia melempar piring tersebut hingga serpihan piring dan pancake bercecer di lantai dapur.

.

.

.

Yuhuuu
Akhirnya cerita ini up!!

Cerita antara sahabat perempuan dan laki-laki udah banyak kan ya. Yang mana salah satunya pasti ada rasa terus kebanyakan si perempuan yang ada rasa. Soalnya kan perempuan baperan. Hmmm🤧😌

Yup cerita ini kurang lebih seperti itu, tapi ini beda dari yang lain. Tentunya dengan konflik yang berat hehe🤭

Chap 1 nyusul entar malem...

Sabtu, 20 Februari 2021

EXONERATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang