𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐈𝐈 - 𝟎.𝟕

570 50 2
                                    

Satu jam berlalu dan yang Nana lakukan sedari tadi hanyalah merebahkan diri di kasur sembari menatap langit kamar.

Percakapan di mobil tadi singkat, namun sangat membuatnya penasaran. Belum lagi otaknya baru paham dengan penjelasan Taeyong di rumah sakit beberapa hari lalu.

Pikirannya semakin bergelut. Taeyong tahu bahwa Mark yang menemukan Yeri dan mengurus jasadnya. Dengan kata lain, Taeyong tahu bahwa Mark terlibat di kasus ini.

Pertanyaan Nana, apakah suaminya bertemu langsung dengan Mark? Apa kebenciannya terhadap Mark sudah hilang hingga suaminya itu mengizinkan Mark turut campur dengan masalah mereka?

"Mikirin apa, kak?" Jisung tidak bisa lagi menahan rasa khawatir dan penasarannya setelah lima menit memperhatikan Nana dari balik pintu kamar yang tidak tertutup rapat, dan akhirnya menampakkan diri.

"Nggak mikir yang aneh-aneh, 'kan?" tanya Jisung lagi, memastikan pikiran kakaknya tidak ke arah hal-hal yang menyakiti perasaannya sendiri.

Sempat terbesit niat untuk bertanya pada Jisung, tapi Nana takut jika sang adik tidak tahu apa-apa soal ini. Kesibukannya sebagai mahasiswa sekaligus penerus dari Park Company sangat menguras tenaga dan pikirannya. Terkadang Nana menyesal sudah memberikan tanggung jawab sebesar itu pada adik kecilnya yang entah sejak kapan sudah tumbuh sebesar ini.

Nana tersenyum menatap kedua obsidian adiknya di mana sang empu sudah duduk di tepi ranjangnya, kemudian menggeleng pelan. "Nggak ada, kok. Btw, kakak tadi ke lapas kak Joy."

"Gimana kondisinya?" Setelah bertahun-tahun, kedua mata Jisung akhirnya berbinar antusias untuk mendengar kondisi sang kakak, sebab kesalahpahaman di antara keduanya sudah diluruskan.

"Pastinya baik, nggak akan ada yang berani ngelakuin kak Joy sembarangan," gelak Nana yang disetujui Jisung dengan anggukan mantap.

"Asli. Salah gerak sedikit aja, abis tuh orang-orang." Jisung meyengir masam. Sebenarnya diam-diam, dia bersyukur Joy tidak melakukan hal serupa padanya, mengingat waktu di kampus mereka sempat berada di suasana sengit demi melindungi Nana.

"Ngomong-ngomong, kakak pergi ke sana naik apa? Mobil pak Taeyong? Tapi 'kan kakak masih takut ngendarain mobil." Jisung bergumam panjang seraya mengetuk dahinya dengan telunjuk. "Kalau naik bis, kakak masih harus jalan satu kilometer. Dan itu mustahil banget! Jalan dari kamar ke dapur aja kakak mager."

"Heh! Mulutnya," Nana mengerucutkan bibir, "kalo ngomong suka bener..." Selama berpura-pura ngambek dengan Jisung terus membujuknya, Nana mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jisung.

"Si Yuqi yang nganter kakak." Hanya nama sahabatnya itu yang terpikirkan olehnya. Samar-samar, Nana menghembuskan napas lega melihat Jisung mengangguk paham, itu berarti adiknya tidak tahu jika Yuqi sudah pulang kampung seminggu lalu.

"Oh, iya. Aku tadi liat kak Taeyong di kampus. Bukannya Dokter Jung bilang harus istirahat tiga hari, ya?"

"Iya, tapi bukan mas Taeyong kalo nggak keras kepala," cicit Nana seraya mendengus sebal.

"Idih! Mas? BWAHAHAHAH!!!" Jisung berlari menuju pintu kamar saat Nana mengangkat dengan bantal, hendak memukulnya. "Mama!! Kak Nana otw jadi ibu-ibu komplek!"

Nana melempar bantal yang dia pegang. Jisung berhasil mengelak, lalu menjulurkan lidah usil sebelum menutup pintu kamar Nana. Beruntung Jisung sama menggemaskannya saat dia masih kecil, jika tidak mungkin sudah Nana kuliti.

Sunyi kembali melanda, namun tak berlangsung lama karena Nana sudah memutuskan apa yang harus dia lakukan.

Drrrrt....    Drrrrt....

Lecture [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang