𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐈𝐈 - 𝟎.𝟓

638 53 1
                                    

"Di hari keguguran kamu, aku mimpi buruk. Kamu bersimbah darah dan aku sengaja nggak cerita karena takut kejadian. Tapi karena terlalu takut, aku cerita sama Jeno dan aku langsung nyuruh dia ke rumah kamu."

"Tapi ternyata semuanya terlambat.." lirih Taeyong dengan kedua mata terpejam sejenak, lalu menatap Nana lagi.

"Selama itu, aku berdoa di gereja supaya anak kita baik-baik aja. Tapi Tuhan tetep mutusin untuk bawa anak kita kembali ke surga. Mungkin Tuhan tau kalo aku nggak bisa jadi ayah yang baik, ya?" Taeyong tersenyum simpul, miris dengan keadaan.

Nana hanya bisa menggeleng karena tadi Taeyong memintanya menyimak tanpa menyela ceritanya.

"Selama itu, aku cuma minum, tanpa makan sedikitpun karena Jeno bilang kamu nggak makan, bahkan keluar kamar pun nggak. Itu buat aku mutusin untuk ngerasain penderitaan yang istriku rasain juga, walau nggak semenderita kamu. Aku berpuasa sekeras itu untuk menebus kesalahan aku ke kamu dan anak kita."

"Sedangkan tentang Jennie. Aku kecewa saat kamu ngira aku selingkuh. Tapi sekarang biar aku kasih tau. Pertemuan aku dan Jennie ini karena ngurus kasus Joy."

"Tiga hari setelah kamu dinyatakan keguguran, Joy hilang dari lapas dan itu atas bantuan Jaemin. Yeri juga hilang tapi Mark berhasil nemuin dia. Dan alasan Joy hilang dari lapas adalah untuk mengeksekusi Yeri. Mark dan Jaemin yang ngurus jasadnya, sementara aku dan Jennie ngurus kasus Joy."

"Awalnya hukuman kakak kamu mau ditambah, tapi aku takut kasus ini muncul di TV dan semakin nge-trigger kamu. Makanya Jennie manfaatin koneksi Hanbin untuk menyogok pihak sana supaya bungkam, tapi dengan syarat, Joy harus dialihin ke rumah sakit jiwa begitu kurungannya selesai."

Nana terdiam seribu bahasa. Taeyong yang dia kira mencari kesenangan di tempat lain, justru melakukan sesuatu yang sedikitpun tidak Nana ketahui. Taeyong bukan hanya mengataskan kepentingan Nana, tapi juga keluarga Nana.

"Maaf... Maaf karena aku nggak percaya sama kamu. Maaf sudah menjadi istri yang buruk..." Nana menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Taeyong saat tangis penyesalannya pecah.

Taeyong mengelus punggung Nana lalu menggeleng pelan. "Kamu sudah jadi istri yang baik, Sayang. Aku yang salah. Aku lupa kalo kamu jauh lebih terpuruk dan butuh keberadaan aku. Sebagai suami-istri, kita diwajibkan saling menguatkan dan menghadapi masalah bersama. Tapi aku memilih menjauh dan nyelesain masalah ini sendirian."

"Maafin aku... Aku terlalu merasa bersalah sampai ngeliat wajah kamu aja aku nggak sanggup." Taeyong menitikkan air mata dan mengeratkan pelukannya di tubuh Nana.

Menyadari suaminya menangis, Nana menjauhkan tubuhnya. Menatap lelaki yang sedang tertunduk dalam di hadapannya sembari terisak kecil. N
Dengan lembut, Nana mengangkat rahang Taeyong. Hati Nana tersayat melihat obsidian gelap itu terlihat lemah, mengirim sinyal pada hati kecilnya seberapa rapuh pria tercintanya itu.

Taeyong tak bergeming saat Nana mengangkat jari kelingkingnya, menengahi wajah mereka. "Pernikahan kita sudah dirusak akan ego kita masing-masing. Kalau begitu, ayo kita mengulang sumpah pernikahan kita."

Taeyong tersenyum dan mengangguk. Dia meraih kedua tangan Nana dan digenggamnya erat, kemudian menyorot istrinya dalam.

"Saya Lee Taeyong bersumpah. Apapun situasi dan kondisinya, kala suka dan duka, saya akan selalu bersama Lee Nana.

"Saya Lee Nana bersumpah. Apapun situasi dan kondisinya, kala suka dan duka, saya akan selalu bersama Lee Taeyong."

"Saya akan mempercayai, mendukung, membahagiakan, dan mencintainya hingga hembusan napas terakhir."

Lecture [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang