"HEH!!"
Taeyong refleks mengeratkan pelukannya, kaget dengan jumpscare dari film The Conjuring yang sedang mereka putar.
"Kalau takut, ganti yang lain aja. Nanti kamunya kebawa mimpi." Nana melongos pasrah saat kepala Taeyong menggeleng kukuh, lalu lanjut menyisir rambut hitam Taeyong dengan jemarinya.
Setelah kejadian di parkiran, Taeyong dan Nana bergegas pulang ke rumah. Nana yang mengajak pulang karena ingin membiarkan suaminya beristirahat, sementara Mark pulang ke rumahnya.
Di rumah, Nana berusaha menjelaskan lagi alasannya bertemu dengan Mark. Tetapi Taeyong lebih dahulu memotongnya dengan topik yang sama persis Mark dan Nana bicarakan di kafe.
Taeyong sempat merengut kesal saat menyebut Mark dan Nana saling menggenggam tangan, tetapi ia mencoba memaklumi.
Dan saat ditanya bagaimana ia bisa tahu semua itu, Taeyong dengan bangganya menunjukkan hasil lacakannya di layar laptop yang biasa ia gunakan bekerja.
Pria itu berhasil menerobos jaringan CCTV kafe dan untuk suara, ternyata Mark sudah menelponnya sebelum Nana sampai. Pembicaraan sore itu benar-benar dalam pengawasan Taeyong.
"Sebenarnya, tanpa itupun aku percaya kamu. Tapi maaf, cemburunya nggak bisa dikendalikan. Terus maksa sampai akhirnya aku putusin untuk nyusul kalian. Takut Mark ngebahas sesuatu yang nyakitin atau mempengaruhi pikiran dan hati kamu, padahal kita sudah baikan sejak beberapa minggu lalu."
Mendapati dada Nana yang ia jadikan sandaran terhentak-hentak, Taeyong mendongak. Alisnya berkerut heran mendapati sang istri sedang tertawa. "Apanya yang lucu?"
"Kamu." Nana tersenyum teduh seraya membelai wajah suaminya. "Aku bersyukur punya suami kayak kamu."
Taeyong duduk tegap. Ia memegang dahi Nana, tidak panas. Ia mengecek detak nadi Nana pada pergelangan tangan, normal. "Jangan bilang kamu kemasukan The Nun." Pria itu menyorot Nana horror.
Nana mencebikkan bibir mengekspresikan kekesalannya lalu memukul bahu lebar Taeyong. "Ish! Orang ngomong serius juga. Dahlah, aku tidur aja!"
Belum sampai lima detik memunggungi sang suaminya, tubuhnya kembali terlentang lalu ditindih oleh tubuh kekar itu, disusul kecupan-kecupan manis mendarat di wajahnya sebagai bentuk bujukan pria itu.
"Maaf. Aku kebingungan, kaget, takut juga. Kita lagi nonton film hantu, tiba-tiba kamu ketawa terus ngucapin sesuatu yang belum pernah kamu ucapin sebelumnya."
Taeyong tersenyum kemudian membelai lembut pipi Nana dengan tangan kanannya. "Tapi yang seharusnya bilang begitu adalah aku. Aku bersyukur sudah dijodohkan Tuhan dan semesta dengan perempuan luar biasa, yang sekarang sudah bisa aku perkenalkan sebagai istriku, pujaan hatiku, duniaku, hidup dan matiku. Lee Nana."
Nana mengigit bibir dalamnya merasakan perasaannya yang meletup-letup. Jantungnya berdegup kencang di balik dada. Sudah lama sekali dia tidak merasakan sensasi ini.
Tapi ia sigap mengalihkan wajah saat Taeyong menunduk ingin menciumnya. Mencoba jual mahal dan tidak menunjukkan salah tingkahnya.
"Jujur, ya. Walaupun dulu aku ngerawat kamu berbulan-bulan, tapi sebenernya posisi aku waktu itu persis kayak perawat dan segala bentuk provide dari kamu itu bayarannya."
Nana menatap Taeyong bingung. "Terus apa hal yang membuat aku jadi sepenting itu di hidup kamu? Aku nggak ngerasa aku pernahㅡ"
"Saat kamu mengulurkan tangan kiri kamu, menerima lamaranku," Taeyong menggantung kalimatnya. Ia menyatukan dahi mereka, mengembangkan senyum hangat, lalu berujar pelan,
KAMU SEDANG MEMBACA
Lecture [✔️]
أدب الهواة🔞 Sebagai anak dari donatur terbesar universitas, tidak ada dosen yang berani memarahi Nana, kecuali Lee Taeyong- the killer docent. Nana pun berencana mengerjai dosen tersebut, ia berhasil melakukannya sekaligus berhasil mengantarkannya pada awal...