𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐈𝐈 - 𝟏.𝟎

539 47 6
                                    

"Jangan yang itu. Kamu jadi terlalu cantik. Aku nggak mau orang-orang mengira kamu pengantin wanitanya Yuta!"

Nana menghela napas pasrah. Entah sudah dress keberapa ini, tapi Taeyong tetap tidak setuju dengan penampilannya. "Tapi badan aku sudah ketutup nih."

"Ketutup apanya? Tangan, bahu, dan dada atas kamu terekspos. Ganti!"

"Tapi 'kan dadanya ditutupi renda. Nggak keliatan kok, liat aja sendiri."

Untuk kesekian kalinya, upaya Nana meyakinkan suaminya gagal. Pria yang sedang duduk di sofa depan itu menggelengkan kepala tanpa melunturkan tatapan tajamnya. Nana melongos.

"Kalau begitu aku nggak ikut. Aku capek tau! Kamu pikir mudah buka-pasang dress panjang begini?!" gerutu Nana dengan wajah memerah padam. Ia berjalan menuju kamar dan membanting pintu itu dengan keras.

Bukan marah, lebih tepatnya kesal. Suaminya itu terus bilang tidak ingin dirinya terlalu menonjol dan dikira pengantin wanitanya Yuta, dia juga takut pria itu diam-diam menyukai Nana. Sebuah dugaan yang tidak masuk akal. Maksud Nana, ayolah! Di umur seperti mereka, masih ada yang namanya tikung-menikung?

"Hei..." Taeyong berjongkok di hadapan sang istri yang sedang meredakan amarah di pinggir kasur. "Maaf. Bukannya apa, Yuta itu hormon laki-lakinya auto berceceran walau cuma liat yang bening-bening. Aku nggak mau dia terpancing gegara liat istri cantikku ini."

Taeyong mencolek dagu istrinya bermaksud menggoda. Namun tatapan tajam Nana tidak kunjung luntur. Ia menghela napas. "Aku serius, Sayang. Yuta itu... tingkat mesumnya itu lho, gawat banget! Buktinya Hina sampe hamil gitu. Aku nggak mau dia jadiin kamu halusinasinya pasㅡ"

"Hina hamil?!" seru Nana kaget mendengar kalimat keceplosan Taeyong. Pria itu pun mengangguk pasrah. "S-Sejak kapan?!"

"Barengan sama kamu." Taeyong menggenggam tangan Nana, mencegah istrinya terlarut pada musibah beberapa waktu lalu dan kembali bersedih. "Sekarang bayinya sudah 5 bulan."

"Kenapa baru nikah? Nggak jadi omongan tetangga?"

"Mereka sudah nikah di Jepang, duluan dari kita. Mampir ke Universitas cuma buat hadirin wisuda terus pergi lagi ke Jepang. Baru tiga hari yang lalu mereka balik ke sini."

Mendengar itu, Nana menghela napas lega. Ia sangat panik mendengar Hina sudah mengandung selama itu, dikiranya gadis Jepang itu hamil di luar nikah.

Walau tidak terlalu dekat, Nana yakin Hina itu gadis baik. Dan seperti yang suaminya katakan waktu itu, Yuta itu hanya nafsunya saja yang besar, tapi tak punya nyali melakukannya.

Sementara Taeyong, dua-duanya sama besar.

Pada akhirnya, Taeyong membiarkan Nana memakai dress navy panjang dengan renda menutupi dada atasnya. Ia tidak ingin istrinya merajuk lagi dan batal datang ke acara resepsi temannya itu.

Taeyong menarik Nana ke sofa di sudut ruangan dengan alasan view-nya lebih bagus. Nana menyetujuinya dan memang benar, hall besar dengan warna putih kini diterangi cahaya golden yang membuat suasana begitu hangat.

Suasana itu juga memancing senyum Nana. Otaknya memutar peristiwa saat acara Universitas dan pernikahannya, juga memori tentang musibah hari itu.

Nana memejamkan matanya rapat-rapat, menahan gejolak emosi yang bercampur aduk secara tiba-tiba. Apakah semesta belum puas menyengsarakan hidupnya sampai harus janinnya ikut terkorbankan?

"Kenapa?" Taeyong menggenggam tangan istrinya yang terkepal kuat. Ia menyadari keanehan istrinya itu, dikiranya hanya sebentar, tapi makin lama, aura wanita itu semakin memburuk. "Kamu mikirin apa?"

Lecture [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang