"I miss you..."
Nana tidak tahu harus bereaksi apa saat ini. Rindunya pada Mark membuatnya tak kuasa menolak pelukan lelaki itu, namun ia juga tak berniat membalas. Takut jika ada orang yang ia kenal melihat hal ini dan mengira Nana sedang berselingkuh. Mengantisipasi masalah baru.
Mark melepaskan pelukannya, lalu membawa Nana menuju sofa di sudut kafe. "Aku sudah pesenin cheesecake sama lemon tea. Kamu mau tambah yang lain?"
Mendapat respon gelengan kecil, Mark tersenyum menyadari wanita di hadapannya ini sedang dilanda rasa canggung. Rasanya sangat lucu bagaimana hubungan mereka yang awalnya begitu hangat kini berubah 180 derajat.
"Ini mungkin cukup telat, but I'm so sorry for your lost. Maaf karena aku nggak ada di sana saat itu dan menyemangati kamu secara langsung."
Melihat Mark memilin jemarinya sembari menunduk dalam, Nana iba. Itu salah satu kebiasaan Mark saat dia benar-benar menyesal dan merasa bersalah. Wanita itu pun menangkup kedua tangan Mark dengan tangan kanannya. "It's okay. Ini bukan salah kamu."
Masih dengan kepala senantiasa menunduk, Mark tersenyum getir lalu menggelengkan kepalanya. "Setelah pernikahan kalian, aku memilih untuk nerima keadaan. Tapi Yeri nggak, dia memantau kemanapun kamu pergi. Dia tau kalo kamu hamil dan dia bilang mau ngebunuh janin kamu. Aku pikir itu cuma nafsu sesaat karena dia sering begitu, jadi aku abaikan."
Mark mencengkram kuat tangannya sendiri. "Tapi ternyata dia memang ngelakuin itu. Aku gagal jadi sahabat yang baik buat kamu, dan sekarang aku gagal ngelindungin kamu. Maafin aku, Na."
Nana akui jika dia sangat membenci Mark. Bagaimana lelaki itu berpura-pura tidak tahu akan perasaannya, bagaimana pria itu mencampakkannya, dan bagaimana lelaki itu lebih memilih gadis pembunuh janinnya daripada dirinya dan kenangan yang sudah mereka lalui bersama.
Namun jika dihadapkan dengan situasi ini, Nana tentu saja merasa iba. Mau bagaimanapun, Mark pernah menjadi alasannya untuk tersenyum sekaligus semangatnya menjalani hari.
"Setidaknya kamu sudah berusaha untuk nyelamatin aku. Berhasil nggaknya, semua itu sudah kehendak-Nya. Mungkin Tuhan ngambil janin aku karena Dia tau kalo aku belum pantes jadi seorang Ibu. Mungkin aku harus ngelurusin beberapa kesalahpahaman dulu, termasuk sama kamu."
Nana mengulum bibirnya. Agak canggung untuk mengatakan ini, tapi sebaiknya tidak ada yang ditutupi lagi. Ini awal yang baru, dia harus memulainya dengan kebenaran bukan kebohongan.
"Bukan bermaksud melebih-lebihkan, tapi aku ngerasa ada ruang dalam hidup aku yang kosong setelah kepergian kamu."
Manik Mark melebar dan bergetar. Ia memberanikan diri untuk menatap Nana, membuktikan ucapan itu benar-benar sebuah pengakuan atau hanya hiburan. Dadanya berdetak kuat melihat tatapan dalam Nana. Sudah lama sekali wanita itu tidak menatapnya seperti ini.
"Cringey, 'kan?" Nana tertawa masam, begitu juga dengan Mark sembari menganggukkan kepalanya. "Tapi itu yang aku rasain. Mungkin karena sudah terlalu banyak kenangan yang dilalui bareng, ya?"
"Ya." Mark mengubah posisi, kini kedua tangannya menangkup tangan kanan Nana.
"Terlalu banyak kenangan yang kita lalui bareng, tapi aku justru sia-siain semua itu. Dan di sinilah aku sekarang, tenggelam dalam penyesalan."
Perkataan Mark berhasil mengubah suasana mereka menjadi canggung. Mark sadar dengan apa yang dilakukannya dan perkataan itu memang sengaja ia utarakan karena ingin Nana mengetahui seberapa menyesal dirinya.
Walau tidak mengatakan apapun, senyum tipis di wajah cantik Nana sudah menjawab Mark bahwa benar-benar sudah kehilangan gadis itu. Dia bukan Park Nana-nya lagi, tetapi Lee Nana. Tempatnya di hati tulus itu sudah tergantikan oleh si Lee.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lecture [✔️]
Fanfic🔞 Sebagai anak dari donatur terbesar universitas, tidak ada dosen yang berani memarahi Nana, kecuali Lee Taeyong- the killer docent. Nana pun berencana mengerjai dosen tersebut, ia berhasil melakukannya sekaligus berhasil mengantarkannya pada awal...