𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐈𝐈 - 𝟎.𝟐

900 56 4
                                    

"Selamat Tuan Lee, istri anda sedang mengandung. Usianya Sebulan 3 minggu."

Mulai detik itu, hidup Taeyong dan Nana benar-benar berubah. Mereka menjadi lebih bertanggung jawab dan penuh pertimbangan pada setiap tindakan yang akan mereka lakukan.

Bukan tanpa tujuan, mereka berusaha melatih diri mereka untuk menjadi orang tua yang baik, sekaligus menjaga pertumbuhan si jabang bayi.

Biar pun agak merepotkan untuk bersikap dewasa, nyatanya sikap baru ini memberikan sensasi bahagia tersendiri. Mereka merasakan tanggung jawab sebagai orang tua, walaupun sang anak masih cukup lama untuk hadir di dunia.

"Sayang."

"Iya?"

"Kamu beneran nggak ada janji sama siapapun 'kan? Nggak keluar kemana-mana 'kan?" tanya Taeyong dengan sorot mata dan nada khawatir.

"Nggak, Tae. Serius. Hari ini aku di rumah aja, nggak kemana-mana. Males juga mau keluar rumah," jawab Nana panjang lebar demi meyakinkan suaminya.

Taeyong tidak menjawab Nana, melainkan langsung menatap roti panggangnya di piring. Masih dengan wajah khawatir yang sama.

Nana menghela napas. Melihat suaminya bertingkah aneh seperti ini membuatnya tidak tenang.

Sejak bangun tidur, Taeyong terus menanyai apakah Nana akan keluar rumah atau tidak. Tapi saat ditanya alasan dari pertanyaannya, Taeyong hanya menggeleng.

Nana bangkit dari duduknya dan memberanikan diri untuk duduk di atas pangkuan Taeyong. Menangkup wajah suaminya dan mengelus pipinya secara perlahan.

"Ada apa? Cerita sama aku," ucap Nana pelan.

Tiba-tiba, kedua manik Taeyong bergetar. Air mulai membendung matanya.

"T-Taeyong, kamu kenapa?!" panik Nana seraya mencoba mengangkat kepala suaminya yang sekarang tertunduk dalam, menggeleng pelan dan terisak.

Nana menghela napas lagi, lalu menarik Taeyong ke pelukannya. Mengusap surai sang suami sembari memberikan kecupan-kecupan ringan di sana.

"Pokoknya apapun yang terjadi, kamu harus diem di rumah. Kamu nggak boleh kemana-mana," titah Taeyong di tengah isakannya.

"Iya. Kamu tenang aja. Pokoknya fokus aja ke meeting-nya, oke? Suami aku yang ganteng ini 'kan mau naik pangkat jadi wakil rektor," ucap Nana dengan nada menggoda.

Taeyong menarik wajahnya dari ceruk leher Nana, kemudian tersenyum tipis. Tanpa basa-basi, Nana memajukan wajahnya pada Taeyong. Memberikan lumatan-lumatan lembut. Taeyong sendiri tidak terkejut dengan perlakuan ini karena sejak hamil, Nana menjadi yang paling agresif dalam hal ciuman.

Namun untuk selebihnya, mereka setuju untuk tidak melakukannya sebelum si jabang bayi berumur 4 bulan. Karena janin di bawah usia itu sangat rentan dengan benturan.

Apalagi Taeyong cukup sulit mengendalikan diri jika sudah berada di fase bringas. Contohnya di hotel Paris dua bulan lalu.

"Sana pergi," ujar Nana setelah mengakhiri ciumannya. Taeyong menggeleng dan mengeratkan pelukannya di pinggang Nana.

"Lagi," rengek Taeyong seraya mendongakkan kepalanya dan mengeluarkan jurus puppy eyes.

Nana mendengus geli. Kepalanya menggeleng pelan melihat bagaimana Taeyong yang semakin hari semakin manja. Sedangkan dia paling sering marah-marah. Seolah kepribadian mereka tertukar.

Dan tentu saja Nana tidak menolak permintaan suaminya. Ia kembali menyerang bibir Taeyong dengan penuh penuntutan.

Hingga pada akhirnya, Taeyong terlambat 10 menit menghadiri rapatnya.


Lecture [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang