SEPERTI biasa semenjak perang melawan Vigard berlangsung, satu-satunya bar yang masih buka di Sanivia itu kerap didatangi oleh para prajurit. Namun alih-alih ditemani alunan merdu dari planet Ponnu yang biasanya dimainkan di pemutar rekaman, kali ini pengunjung harus puas dengan hanya menatap langit pekat berbintang yang dapat dilihat dengan mendongak lantaran bar itu tak lagi beratap. Dan siapa pula yang menyangka bahwa hanya dengan melamun sembari melihat langit ditemani segelas minuman ternyata bisa terasa begitu menenangkan.
Paling tidak begitu yang diam-diam disepakati oleh ketiga kesatria Yad di jeda perang ini. Bersama senjata Yad masing-masing, Hiram, Marx, dan Kleon duduk bersandar di kursi empuk bar dan meregangkan kaki sembari mendongak menatap bintang. Tidak ada yang berkata-kata selama beberapa saat. Satu-satunya bunyi yang keluar dari mulut mereka hanya ketika menenggak minuman di tangan masing-masing.
Hingga akhirnya, Marx memecah kesunyian itu. "Jadi, Larius dan Yadsruht berhasil membaca desain senjata Artas yang konon bisa menghancurkan planet itu?" tanyanya melanjutkan obrolan yang sempat terhenti sebelum masuk bar tadi.
"Begitulah kabar yang kami terima dari Yadsruht," jawab Yadrutas. "Larius juga sudah membawa senyawa yang diperlukan bersamanya."
"Syukurlah. Semua berjalan sesuai rencana," ucap Kleon lega. Usai meneguk minumannya, ia berkata lagi, "Dengan begitu kita bisa menghancurkan planet-planet yang sudah mereka kuasai dengan mudah. Perang ini pasti bisa kita menangkan."
"Andai semua semudah itu," kata Yadnus. "Sangat disayangkan, senyawa yang dibawa Larius takarannya sangat terbatas sehingga menghancurkan planet hanya bisa kita lakukan sekali saja."
"Tidakkah kalian para senjata Yad bisa menciptakan senyawa serupa?" tanya Hiram.
"Senyawa khromax yang dibawa Larius itu merupakan senyawa yang nyaris seratus persen alami, Hiram," jawab Yadirf. "Dan kalian tahu, kami tidak bisa menciptakan benda atau zat yang masih bersifat alami. Kami tidak bisa menciptakan air murni, darah, bahkan kami tidak mampu menciptakan tanah dengan sama persis seperti tanah asli."
"Tapi bukankah khromax yang dibawa Larius merupakan hasil modifikasi?" Kleon memastikan. "Tingkat kealamiannya tentu berkurang. Apa kalian masih tidak dapat 'mengakalinya'?"
"Kau keliru, Kleon," bantah Yadnus. "Khromax hasil modifikasi ini masih cukup murni. Ilmuwan-ilmuwan Artas hanya menambahkan sedikit senyawa tambahan serta mengubahnya menjadi cair agar dapat digunakan dengan mudah."
Marx menghela napas. "Berarti harapan terbesar kita masih Xade dan Lubang Hitam."
Tiba-tiba suasana tenang bar dirusak oleh naiknya intonasi seseorang di sudut belakang sana. "Kau bilang aku apa barusan?"
"Kau mendengarku."
"Panggil aku 'pembelot' sekali lagi maka akan kupatahkan—"
"Pembelot!"
"Kau...!"
"Hentikan, kalian berdua!" Prajurit di meja lain bangun untuk melerai.
"'Hentikan', katamu!?" hardik prajurit yang dituding. "Orang ini menuduhku membelot ke Vigard tanpa dasar!"
"Oh, tidak," gumam Marx.
"Kau teman dekat Harland! Salah satu komplotan yang mencoba membunuh Pemimpin Tertinggi di Gedung Pertemuan! Kau pasti sama dengannya!"
"Oh, ya!? Aneh.... Seingatku, bukankah Pell si Pelayan masih kerabatmu? Orang yang jelas-jelas menumpahkan racun ke minuman Pemimpin?"
"Astaga, bagaimana kejadian itu bisa sampai ke telinga mereka?" Kleon mengepalkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe
Science FictionBabak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami kesulitan baru lantaran perubahan fisiknya yang menimbulkan tanda tanya semua orang. Masalah Xade pun...