KLEON menebas leher musuh terakhir dan menutup perang kali ini dengan kemenangan Sanivia... untuk sementara. Makhluk Vigard itu pun jatuh dan tergeletak tanpa nyawa seperti teman-temannya, juga puluhan prajurit Sanivia yang tidak cukup beruntung kali ini.
Kleon terduduk di tanah. Seluruh otot dan sendi di tubuhnya serasa mau lepas. Bahkan memegang pedang Yadnus pun ia sudah tidak sanggup.
"Gila," ujarnya tersengal. Mata birunya mengedar ke sepanjang jalan dimana dahulu merupakan area Gahand paling meriah dan gemerlap. Semuanya semakin parah. Sejauh mata memandang, Kleon tak lihat lagi tanda bahwa Gahand adalah kota yang besar akibat pertempuran yang terjadi berkali-kali. Gedung-gedung besar itu sudah tidak ada. Semua sudah roboh dan menjadi puing-puing tak berguna. "Ini... ini benar-benar gila...!"
Larius yang sama lelahnya juga turut bersandar pada sisa bangunan di belakangnya. "Sudah serangan ke berapa barusan? Lima? Enam?"
"Delapan," koreksi Yadsruht. "Barusan adalah serangan Vigard ke delapan selama sepuluh jam terakhir."
Marx yang akhirnya muncul di depan teman-temannya pun ikut ambruk di tanah ungu kota itu. "Izinkan aku tidur sebentar," gumamnya dengan posisi telentang.
"Hei, Marx, wajahmu tidak apa-apa?" tanya Kleon khawatir. "Apa sudah tidak sakit lagi?"
Marx mengangkat jempolnya.
"Luka bakar di wajah Marx sudah mengering," Yadrutas menjelaskan. "Untung saja teknologi medis di Bungker Timur masih berfungsi dengan sangat baik meski sudah digunakan untuk menangani ribuan prajurit."
Alis Kleon naik sebelah. Tanpa sadar ia meringis melihat sebelah wajah Marx yang dipenuhi luka bakar.
"Kau sendiri bagaimana, Kleon?" tanya Larius. "Dada dan perutmu baik-baik saja?"
Kleon meraba dadanya. "Masih terasa ngilu saat aku bergerak terlalu aktif. Tapi kurasa aku baik-baik saja, Larius."
"Pergilah ke Bungker Timur usai kau istirahat," saran pria berambut perak itu. "Setelah perang-perang yang terjadi barusan, kau perlu memastikan keadaan rusuk dan jahitan di perutmu. Kau juga, Marx. Luka bakar lebar di wajahmu masih perlu diobati sedikit lagi. Kau dengar aku?"
Marx mengangkat jempolnya.
Suara berat lalu terdengar. "Larius."
Larius menoleh ke sosok yang baru saja muncul. "Ya, Hiram?"
"Tidakkah kita harus berterimakasih pada Fazl Jarr?" tanya pria berbadan besar itu.
Larius mengangguk. "Aku istirahat dulu. Sebentar lagi aku akan menghampiri Fazl dan mengucapkan terima kasih."
Kleon menghela napas. "Si Tua itu pasti akan besar kepala."
"Tidak masalah," jawab Larius. "Dia punya segala hak untuk besar kepala."
* * *
BEBERAPA jam sebelumnya, keempat kesatria Yad hanya bisa bungkam dan gemetar ketika Lind Dleir tiba-tiba muncul di hadapan mereka di klinik Bungker Timur. Ekspresi wajahnya datar, matanya terlihat merah dan sembap. Selama beberapa saat, wanita itu hanya berdiri di pintu masuk menatap Larius dan Hiram yang sedang duduk di kursi, serta Marx dan Kleon yang penuh perban di atas kasur.
"Sa-salam, Ibu Pemimpin," Kleon yang semakin tidak nyaman dengan tatapan Lind akhirnya memberanikan diri untuk menyapa.
Perlahan, Lind melangkah masuk ke dalam. Ia lalu berhenti, dan menatap wajah Marx yang separuh tertutup perban. "Wajahmu terluka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe
Ciencia FicciónBabak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami kesulitan baru lantaran perubahan fisiknya yang menimbulkan tanda tanya semua orang. Masalah Xade pun...