CHAPTER 39 - EARN IT

16 4 7
                                        

TIDAK butuh waktu lama hingga akhirnya Lind memanggil Vahn dan para kesatria Yad berikut senjata-senjata Yad mereka untuk berkumpul di ruang rapat Istana. Lagi-lagi, Vahn dibuat heran oleh tata ruang yang begitu persis dengan ruang-ruang rapat pada umumnya di Planet Bumi. Meja oval panjang, deretan kursi untuk partisipan, foto-foto tokoh di dinding yang bahkan diberi bingkai, serta dekorasi sederhana di tiap pojok ruangan. Andai tidak ada jendela besar yang memperlihatkan Kota Gahand yang sudah amburadul, siapapun masih akan percaya bahwa ruang rapat ini adalah ruangan di Bumi.

Lagi pula, ruangan yang bagaimana lagi yang sesuai untuk orang-orang mengadakan rapat kalau tidak seperti ini? batin Vahn geli sendiri. Ada-ada saja kau, Vahn.

Setidaknya, ruangan itu tidak setemaram ruang tunggu tadi. Bola-bola penerang yang menempel di sudut-sudut dan tengah plafon semuanya masih berfungsi dengan baik. Vahn duduk menghadap Marx yang membelakangi puluhan potret berbingkai yang terpajang di dinding, dimana semuanya adalah pria-pria berjubah putih dan berdiri tegak menghadap depan.

"Mereka adalah pemimpin-pemimpin tertinggi Sanivia terdahulu," bisik Xade yang duduk di sebelah Vahn. "Tentu tidak semuanya dipajang, karena jumlahnya ratusan." Ia lalu tertawa kecil. "Tanpa kuberitahu pun, kau pasti juga sudah bisa menebak siapa orang-orang ini, ya kan?"

"Ternyata di Sanivia kalian juga suka memasang foto-foto seperti ini," tanggap Vahn. "Aku sempat heran tadi."

Namun Xade justru lebih heran. "Memangnya bagaimana lagi cara mengabadikan dan menghormati orang-orang yang sudah tiada?"

"Ah, benar juga." Vahn tertawa menahan malu. "Ada-ada saja aku ini."

Xade lalu menunjuk sisi dinding lain, dimana Lind Dleir duduk membelakanginya. Telunjuk Xade tertuju persis ke potret seorang pria berambut cokelat. Wajahnya penuh oleh jambang dan janggut lebat yang berwarna serupa. Sebagaimana pria-pria berjubah putih dan menghadap depan di foto-foto tadi, pria ini pun demikian. Sorot matanya yang tajam dan senyum menawan yang familier itu membuat Vahn langsung bisa menerka siapa pria di dalam bingkai tersebut.

"Dan itu adalah Pemimpin Tertinggi Sanivia saat ini: Wirden Trix Dleir," papar Xade. Ia berusaha menyembunyikannya, namun siapapun di ruangan itu bisa merasakan nelangsa yang melanda hati sang Pemimpin Kesatria Yad.

Terutama Vahn, yang berhari-hari menghabiskan waktu bersama Xade dalam perjalanan dari Bumi menuju Sanivia. Aura ceria dan menyenangkan Xade yang Vahn rasakan sepanjang perjalanan seolah lenyap setelah reuninya dengan sang ibu.

Tentu saja, Vahn memaklumi. Manusia mana yang tidak galau dan risau mendengar ayahnya diracun hingga nyaris meregang nyawa serta adik perempuan satu-satunya diculik oleh musuh? Aku saja lemas seketika ketika Larius paparkan itu di ruang tunggu tadi, tidak menyangka kabar-kabar buruk ini harus langsung diterima Xade setelah baru tiba di sini.

Xade lanjut menjelaskan, "Beliau belum bisa hadir di sini untuk menyambutmu karena ternyata kondisi kesehatannya saat ini sedang tidak baik, Vahn."

Vahn mengangguk. "Semua sudah cerita soal itu, Xade. Aku turut prihatin."

"Dia akan segera bangkit." Lind yang sedari tadi duduk diam dan memejamkan mata di kursinya seperti sedang berpikir dalam, ternyata mendengar bisik-bisik Xade dan Vahn. "Pemimpin Tertinggi sudah melewati masa kritisnya. Sekarang, kita tinggal menanti dirinya siuman."

Cara bicara Lind yang tegas dan berwibawa mengingatkan Vahn kepada polwan-polwan galak di Bumi. Ia lantas menelan liur.

Sehebat apapun Xade dan ayahnya, pasti tetap akan kalah dengan wanita ini.

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang