CHAPTER 22 - PAYBACK TIME

32 11 9
                                    

MAHMUD dan Sabrina bergegas meninggalkan tembok partisi tempat mereka sembunyi dan berjalan cepat menuju toilet laki-laki lantai dasar tiga puluh meter di depan mereka.

"Bapak yakin mereka masuk berdua ke toilet itu?" tanya Sabrina.

"Yakin," jawab Mahmud. "Karno dan Bayu IPS masuk toilet itu sama-sama."

"Apa mungkin mereka kebetulan sama-sama kebelet?" Sabrina meyakinkan lagi.

Mahmud menggeleng. "Tadi Bapak lihat ada anak yang mencoba buka pintu, tapi terkunci, akhirnya pergi lagi. Ini semakin aneh, Sab. Something's going on in this school."

Pintu toilet semakin dekat. "Saya tunggu di sini aja, Pak," ujar Sabrina seraya berhenti di dekat kerumunan siswi seangkatannya yang sedang bergosip. "Saya nggak mungkin terlalu dekat toilet cowok."

Mahmud mengangkat jempol. Langkahnya kian perlahan bahkan nyaris mengendap ketika dirinya hanya beberapa meter lagi dari pintu toilet. Pria kemayu itu bahkan tak sadar dirinya sudah berada persis di depan pintu saking groginya. Jantungnya berdegup kian tak keruan seiring tangan kanannya menyentuh kenop.

Belum sempat Mahmud menekan kenop itu, pintu terbuka.

"Oh! Hei, Pak Mahmud," sapa Xade. Ia lalu membukakan pintu lebih lebar dan menepi agar jalan masuk lebih lebar. "Mau 'setor pagi' juga, Pak? Silakan."

"Eh? Oh! Iya, iya," jawab Mahmud salah tingkah seraya masuk melewati Xade. Agak ragu, ia lalu berpaling lagi. "Tadi kenapa pintunya dikunci, Pak?"

Xade memasang ekspresi heran. "Dikunci? Kapan? Saya nggak ngunci."

"Tadi saya lihat ada anak yang coba masuk kemari tapi nggak jadi karena pintunya dikunci."

"Bapak yakin?" Xade tertawa. "Saya beneran nggak ngunci lho. Mungkin anak yang Bapak maksud nggak jadi kebelet?"

Mata Mahmud memicing.

Xade mengedikkan bahu. "Alright. See you in office, Pak." Ia pergi.

Mahmud melirik ke dalam lorong toilet, dimana terdapat deretan urinoar di sisi kiri dan deretan bilik di sisi kanan. Satu bilik tertutup, dan tentu Mahmud tahu siapa di dalamnya.

"Bayu?"

"I... iya?" jawab Vahn canggung dari dalam.

"Kamu ngapain?"

"Ah... um...."

Mahmud sadar itu pertanyaan yang konyol. "Oke. Begitu kamu selesai, temui Bapak di kantor, ya."

"Tapi sebentar lagi kan masuk, Pak. Ekonomi, pula. Pelajarannya Bu Yani. Na... nanti beliau marah."

"Kita harus ngomong serius, Bayu. Nilai ulangan Sejarah-mu anjlok! Kamu mau Bapak kasih nilai 5 di rapor?"

Hening sejenak di dalam bilik Vahn. "O... oke, Pak. Begitu selesai saya langsung ke meja Bapak."

"Saya tunggu," ujarnya seraya berpaling dan keluar toilet.

Sabrina lekas menghampiri begitu Mahmud menutup pintu. "Beneran ada Bayu IPS di dalam?"

Mahmud mengangguk. "Dia pura-pura boker."

Sabrina mengernyit. "Siapa tau boker beneran, Pak?"

"We'll find out," jawab Mahmud. "Pokoknya kita korek kebenaran dari Bayu pagi ini juga. Tadi saya minta dia ke meja saya kalo nggak mau nilai Sejarah-nya merah."

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang