CHAPTER 4 - CAN'T HOLD BACK MY TEARS

21 11 3
                                    

BAIK Xade, Yadsendew, apalagi Bayu pangling setengah mati melihat perubahan Vahn yang luar biasa. Ia yang biasanya dikatai cebol oleh perempuan terpendek di sekolah kini tingginya sudah melebihi 175 cm, mulai mendekati tinggi Xade. Tubuh yang biasanya bagai tulang berlapis kulit kini jauh lebih berbobot dengan otot-otot yang bertonjolan. Bentuk sixpact di perut Vahn bahkan sampai terlihat akibat seragam sekolah yang sudah tidak mampu menutupi keseluruhan tubuh.

"Kalau nggak ada sweater dan celana kain abu-abu milik ayahku, aku nggak akan pergi ke sekolah karena perubahan ini," jelas Vahn di dalam toilet laki-laki, tempat Xade mengajaknya bertemu. Sweater biru di tangannya sampai kusut lantaran ia remas.

"Ya... kamu kan bisa hubungi aku dulu agar kita cari jalan keluarnya bersama sebelum muncul di depan publik dengan penampilan seperti ini," kata Xade. "Lihatlah, kamu sudah jadi perbincangan satu sekolah karena perubahan fisikmu yang hanya terjadi dalam hitungan hari. Jujur, aku pun tak menyangka perubahanmu akan secepat ini setelah segel kekuatan dilepas. Tapi tetap tidak bisa kita pungkiri, penampilanmu hari ini membuat Serangan Teroris kemarin jadi lebih 'masuk akal', setidaknya begitulah yang orang rasakan ketika melihatmu pertama kali dengan wujud seperti ini. Dan seharusnya kamu menyadari itu sebelum datang kemari."

Vahn lantas membela diri. "Aku nggak punya kesempatan untuk melakukan itu, Xade! Begitu selesai sarapan, aku langsung diantar ke sekolah bersama adik-adikku. Mobil kami selalu berhenti persis di depan gerbang sekolah. Bagaimana aku bisa mencuri kesempatan menghubungi kalian kalau situasinya seperti itu? Mau tidak mau aku harus tetap turun dari mobil dan langsung masuk ke sekolah."

Xade menghela napas. "Kamu tahu tidak apa yang sebenarnya terjadi di Serangan Teroris kemarin?"

Vahn menjawab ragu, "Vigard? Artinya dua orang yang berduel pedang di tengah serangan itu bukan hoax?"

"Namanya Dren," lanjut Xade, "dia ditugaskan kemari untuk membunuh kita berdua. Dan ya, duel pedang yang sempat terekam dan tersebar itu bukan hoax, Vahn."

Vahn menelan liur.

"Tapi bukan itu yang perlu kautakutkan. Dren sudah bukan ancaman lagi bagi kita. Yang perlu kau waspadai sekarang adalah—"

"Dewan Galaksi?" sela Vahn.

"Oh, aku pernah bercerita tentang mereka?"

"Kau sempat menceritakannya padaku di toilet ini. Waktu kau mengatakan bahwa aku adalah Lubang Hitam yang sebenarnya."

"Mereka mengawasi kita sekarang, Xade?" Bayu bertanya khawatir.

"Kurasa tidak," jawab Yadsendew. "Kalau Dewan Galaksi tahu, mereka tentu sudah melakukan sesuatu terhadap otakmu sehingga lupa dengan kami, Bayu."

"Tapi mereka akan meningkatkan pengawasan, itu hal yang pasti," tegas Xade. "Serangan Teroris takkan ada andai aku tidak ada di Bumi. Maka, besar kemungkinan Dewan Galaksi akan memantau latihan kita, Vahn. Mereka perlu memastikan bahwa aku benar-benar fokus untuk menyelesaikan misi ini dengan cepat.

"Nah, apa jadinya jika Dewan Galaksi menemukan kegaduhan di sekolah ini akibat perubahanmu? Oh Vahn, kita akan kena masalah besar. Dan yang terburuk, bisa-bisa mereka tahu bahwa kita pernah salah memilih 'Bayu'. Jika itu terjadi, sudah pasti Dewan Galaksi akan memanipulasi ingatan Bayu, yang mana itu sangat berpotensi menyebabkan otaknya tak sama lagi... atau malah berhenti berfungsi sama sekali."

Bayu memucat.

"Jadi aku harus bagaimana?" tanya Vahn cemas.

"Lekas memberitahu begitu menemui masalah, cukup itu yang harus kamu lakukan. Masalah apapun yang berpotensi menyebabkan terbongkarnya identitas dirimu, wajib dikomunikasikan bersama aku dan Yadsendew. Kau paham?"

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang