CHAPTER 29 - A QUITE LITTLE PLACE

23 6 7
                                    

PUKUL 7.30 malam. Seharusnya ini merupakan waktu yang selalu Vahn tunggu setiap malam. Dimana sebentar lagi semua akan berkumpul di meja makan. Papa baru tiba dari kantor, Mama menyiapkan hidangan-hidangan, sementara Riko dan Lilla duduk manis menanti di meja. Ketika semua sudah duduk dan mulai menyantap hidangan, masing-masing bercerita apa yang sudah dialami sepanjang hari. Bahkan Vahn menikmati pertengkaran mulut kecil antara dirinya dan Riko yang kadang terjadi.

Namun kali ini, Vahn merasa canggung luar biasa ketika Mama memanggilnya di bawah.

Vahn pun memberanikan diri membuka pintu dan keluar menuju ruang makan. Di sana, semua sudah duduk dengan hidangan sudah siap untuk disantap.

"Cepat, Bayu," perintah Papa. "Nanti makananmu dingin. Kita semua juga udah pada lapar."

"Baik, Pa," jawab Vahn seraya mendekat. Ia menarik kursi dan mengambil sendok dan garpu.

Papa mulai mengambil mangkuk besar berisi nasi dan menuangkan satu centong penuh ke piringnya. Mangkuk itu lalu diedarkan bergilir ke Mama, Vahn, Riko, kemudian Lilla. Masing-masing mengambil satu centong penuh. Tak lupa pula semuanya mengambil aneka lauk pauk yang terhidang di meja. Ada ayam goreng, udang tepung, sayur, lalapan, dan sambal sebagai penambah nikmat.

Mama berkata setelah semua siap dengan hidangan di piring masing-masing. "Riko, pimpin doa."

Riko pun memanjatkan doa sekhidmat yang ia bisa, dan ditutup dengan "Amiin" serentak oleh semua.

Mereka mulai menyantap makanan.

"Tadi Papa sama Bang Bayu jadi ke dokter?" Riko memulai percakapan.

Papa mengangguk. "Jadi. Semua tesnya normal. Bang Bayu nggak kenapa-kenapa."

"Syukurlah," ucap Riko. "Karena yang aku dengar, abang-abangnya si Geri dan Tono overdosis gitu gara-gara dikasih narkoba sama guru di sekolah Bang Bayu. Bener, Bang?"

Vahn mengangguk singkat.

"Tapi Bang Bayu nggak kena narkoba, kan?" Lilla bertanya polos.

Papa sigap menjawab, "Bang Bayu baik-baik aja, Lilla. Tadi siang Papa sama Bang Bayu pergi ke dokter untuk melakukan beberapa tes. Syukurlah semuanya normal. Sekarang cukup nanyanya, ayo makan lagi."

Suasana hening. Hanya terdengar suara kunyahan dan denting sendok-garpu yang bergerak di atas piring masing-masing. Namun Vahn bisa merasakan diam-diam Riko meliriknya berkali-kali.

Tak kuasa menahan ketidaknyamanan, Vahn pun bertanya, "Kenapa sih, Ko?"

Riko menggeleng cepat. "Nggak. Nggak ada apa-apa." Ia pun kembali mengunyah. Namun tak butuh waktu lama untuk akhirnya Riko bertanya apa yang sedari tadi ia tahan. "Hasil tes mengenai pertumbuhan badan Bang Bayu gimana? Apa suplemen yang Bang Bayu makan dari klub tinju benar-benar sehat?"

Papa menggeleng. "Nggak ada masalah apa-apa dengan pertumbuhan Bang Bayu. Dia seratus persen sehat, meski kita nggak tau apa yang dia konsumsi selama ini sampai bisa jadi sebesar ini. Obat terlarang...." Papa berdeham. "Suplemen dari guru yang selama ini melatih Bang Bayu udah nggak ditemukan lagi dalam sirkulasi tubuhnya. Mungkin karena Bang Bayu belum konsumsi itu dalam dua puluh empat jam terakhir."

"Kenapa Bang Bayu nggak tunjukin aja suplemen itu ke dokter? Kan dokter pasti tau kandungannya. Itu beneran suplemen biasa, kan? Bukan narkoba, kan?"

Vahn tak mampu lagi menahan diri. "Cukup, Riko!" hardiknya. Vahn bisa merasakan sendok dan garpu stainless steel berkualitas tinggi itu remuk di dalam genggamannya. "Kalo memang itu narkoba, aku nggak akan ada di meja makan ini bersama kalian! Aku akan langsung dilarikan ke pusat rehabilitasi segera setelah hasil tes tadi siang keluar! Apa kamu nggak mikir?"

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang