CHAPTER 2 - AFTERSHOCK

53 13 5
                                    

KERUSAKAN akibat duel antara Xade dan Dren benar-benar menyita perhatian dunia. Berbagai media di Bumi tak henti memberitakan peristiwa itu sejak kejadiannya dimulai. Spekulasi-spekulasi liar pun bermunculan di media sosial. Berbagai macam teori merebak. Xade hanya bisa berharap Dewan Galaksi mampu meredam semua itu agar eksistensinya di Bumi tidak ketahuan. Entah bagaimana caranya.

"Mereka menyebutnya 'Serangan Teroris'," Yadsendew memulai Senin pagi dengan menyampaikan kabar yang ia rangkum dari dunia maya. "Itu menjadi semacam nama resmi yang diberikan media untuk kejadian itu, yah... atau bisa dibilang para Dewan yang menggiring mereka untuk memberikan nama itu. Internet dibanjiri dengan berita ini. Namun untungnya tidak ada satu pun yang membahas tentang dua orang yang bertarung gila-gilaan dengan pedang. Mungkin sebelumnya ada, namun sepertinya para Dewan langsung membersihkannya seperti mereka membersihkan rekaman-rekaman pertarunganmu yang sempat tersebar."

"Syukurlah," sahut Xade. "Seharusnya aku berterima kasih kepada mereka."

Yadsendew menggeleng. "Itu sudah menjadi kewajiban para Dewan." Ia meneruskan, "Komplotan pria bertopeng datang dan melempar bom kemana-mana, kurang-lebih begitu narasi yang digiring mereka untuk media. Jangan sampai lupa, karena orang-orang pasti akan menanyaimu soal itu, Xade."

"Aku tahu."

Pagi itu mendung. Melihat awan-awan tebal yang berkumpul di langit Jakarta, Xade prediksi sebelum siang nanti akan turun hujan deras. Atau bisa jadi lebih cepat.

Usai mandi dan mengeringkan badan, barulah Xade dan Yadsendew sadari bahwa mereka tidak lagi memiliki kendaraan. Sepeda motor butut yang biasa Xade tunggangi ikut menjadi imbas pertarungan melawan Dren.

"Jadi bagaimana?" tanya Xade sembari mengenakan seragam batiknya di depan cermin. "Apa akhirnya kau akan membuatkanku motor yang lebih layak dipakai?"

"Tidak perlu, Xade. Ingat, peranmu di sini adalah sebagai pemuda yang sederhana. Tidak semudah itu membeli motor baru."

Xade menghela napas. "Lantas bagaimana?"

"Naik angkutan umum saja."

"Mudah sekali kau bicara! Kita bisa telat kalau naik itu! Sudah, aku lari saja. Tidak usah khawatir! Takkan ketahuan. Apalagi cuacanya mendung begini. Akan sangat merepotkan kalau hujan turun sebelum aku tiba di sekolah."

"Kau yakin? Menurutmu Dewan Galaksi tidak akan memperketat pengawasan mereka pasca serangan Dren?"

"Aku takkan gegabah. Tidak akan ada yang melihat. Kau tenang saja."

"Aaah," Yadsendew pun antusias. "Kau akan menggunakan hex sempurna?"

Hening sejenak, lalu Xade justru garuk-garuk kepala. "Aku tidak bisa melakukannya, Dew."

"Lho? Kenapa? Kulihat kau menguasai hex sempurna dengan baik pada saat menutup duel melawan Dren."

Xade menggeleng. "Sensasi itu tidak kurasakan lagi, dimana aku bergerak seperti biasa sementara objek-objek di sekitarku membeku. Aku sudah berusaha merasakan fenomena itu lagi dari kemarin, tapi nihil."

"Artinya gerakanmu akan semrawut jika hari ini kau paksakan bergerak secepat itu?"

Xade mengangguk. "Mungkin aku harus merasakan emosi seperti waktu melawan Dren, baru bisa melakukan hex sempurna. Tapi aku tidak mau mengalaminya lagi. Jangan sampai ada 'Maya-Maya' lain karena kehadiranku di sini." Xade lalu menggerutu. "Sial, menguasai hex sempurna benar-benar sulit. Aku jadi penasaran bagaimana ayahku bisa menguasai hex sempurna dengan begitu baik."

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang