CHAPTER 30 - ONE MORE NIGHT

17 5 3
                                    

VAHN ambruk. Masih sama seperti kemarin, hari ini pun ia tidak kuasa menahan perasaan-perasaan negatif yang mendadak muncul memenuhi dadanya tatkala lubang hitam di tangannya kian membesar.

Vahn sedih. Vahn marah. Vahn kecewa. Ketiganya mendadak muncul dengan begitu luar biasa hingga menguras stamina.

"Maaf, Xade," lirihnya, yang nyaris tak terdengar lantaran debur ombak tiga puluh meter di bawah platform tempat mereka berdiri mulai mengganas. "Aku masih belum sanggup."

Xade mengangguk. "Istirahatlah, Vahn. Mungkin ini memang butuh waktu." Ia pun turut berbaring di sebelah Vahn, menatap biru langit di atas mereka. "Tapi kita perlu lekas berangkat. Kita tidak mungkin menunggumu benar-benar mahir mengendalikan lubang hitam sampai batas maksimal."

"Kau belum pernah benar-benar menjelaskan, Xade," kata Vahn. "Sebenarnya, seberapa besar lubang hitam yang perlu kukerahkan di Sanivia nanti? Apa yang harus dimusnahkan oleh lubang hitam-ku? Satu bala tentara Vigard-kah? Atau seluruh planet yang sudah dikuasai mereka? Dan berapa kali aku harus mengerahkan lubang hitam ini agar Sanivia bisa menang?"

Yadsendew mendekat seraya menjawab pertanyaan itu, "Gagasan utama mengapa kekuatanmu dibutuhkan dalam perang ini adalah untuk mengurangi pasukan Vigard sebanyak mungkin. Kami sudah pernah cerita, jumlah mereka sangat banyak sehingga terasa mustahil dikalahkan hanya menggunakan cara biasa. Oleh karena itu, lubang hitam yang besar dibutuhkan untuk menyerap pasukan Vigard sebanyak mungkin.

"Pertanyaannya sekarang," lanjut robot kuning itu, "seberapa maksimal lubang hitam yang bisa kau ciptakan dalam sekali serang? Semakin besar, tentu semakin banyak makhluk Vigard yang bisa kita bumihanguskan, bukan?"

"Dan seberapa lama kamu bisa pulih setelah mengeluarkan lubang hitam besar yang pertama?" tambah Xade.

Tanpa berkata-kata, Vahn lantas bangkit dari posisi tidurnya. Perlahan, tertatih, namun akhirnya ia kembali berdiri di atas kedua kakinya meski agak sempoyongan.

Xade pun ikut bangun. "Jangan sekarang, Vahn. Kamu tidak perlu memaksakan diri."

Vahn membuka telapak tangan kanannya kembali. "Hanya ada satu cara untuk tahu, Xade, apakah aku bisa langsung mengeluarkan lubang hitam besar kembali setelah yang pertama atau tidak."

Lubang hitam kecil itu pun muncul di atas tangan Vahn. Vahn tarik napas dalam-dalam, lalu meningkatkan konsentrasi. Seketika itu pula, urat-urat bertimbulan di wajahnya.

Lubang hitam itu membesar hingga hampir mencapai lima meter persegi.

"Cukup, Vahn," Xade memperingatkan. "Jangan buat tambah besar lagi!"

"Xade, lihat!" Yadsendew menunjuk air laut yang tiba-tiba membentuk ombak yang lebih tinggi dari platform tempat mereka berdiri. Awan-awan hitam lalu bermunculan dengan cepat dan menutup langit biru yang cerah.

"Bagaimana bisa!? Dew, lakukan sesuatu!"

"Tidak sempat!" jawab sang robot yang ikut panik lantaran ombak itu jatuh dengan sangat cepat dan siap menimpa mereka bertiga.

Xade memejamkan mata, bersiap untuk diterpa ombak laut yang begitu besar.

"Xade, buka matamu!" Yadsendew memanggil lagi.

Ketika Xade membuka kedua matanya, ia dibuat terpana melihat ombak ditarik oleh lubang hitam Vahn dan masuk ke dalamnya tanpa membasahi platform. Tidak setetes pun.

"LUAS BIASA, VAHN!" seru Xade mengalahkan petir yang ikut hadir meramaikan suasana dari langit gelap di atas sana.

Vahn melakukan itu selama beberapa detik hingga akhirnya ia ambruk kembali ke lantai platform. Mau tak mau, Xade dan Yadsendew pun harus rela basah oleh sisa ombak yang belum sempat terisap. Namun mereka tak peduli akan hal itu dan bergegas menghampiri Vahn.

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang