TEMPAT itu sangat berisik. Begitu berisik hingga mengusik nyenyak Marx dan memaksanya membuka mata. Warna plafon dan dinding ruangan itu tidak terasa familier baginya. Apalagi Marx menemukan dirinya berada dalam posisi tidur di atas sebuah ranjang. Seingatnya, ranjangnya sudah hancur berikut kediamannya akibat perang. Lagipula, semenjak serangan Vigard, Marx selalu tidur dalam posisi duduk. Ia tidak pernah membiarkan dirinya terlelap terlalu dalam agar bisa selalu siaga bila Vigard datang menyerang lagi.
Namun kali ini, ingin rasanya Marx membuat pengecualian, dimana ia membiarkan dirinya tertidur sedikit lebih lama lagi dalam posisi nyaman seperti ini. Ia sangat lelah, dan sangat ngantuk. Tapi orang-orang yang berlalu-lalang sembari berteriak-teriak membuatnya sulit melakukan itu.
"Marx? Hei." Seseorang menghampiri Marx. Ia terdengar sangat lega. "Kau sudah siuman, sobat?"
"Larius," ujar Marx lemah. "Kau sudah kembali?"
Larius mengangguk. "Maaf aku tidak ada di saat kalian kesulitan."
"Tempat apa ini? Berisik sekali. Tidak bisakah aku tenang sebentar?"
"Kita ada di Bungker Timur, teman. Prajurit-prajurit yang terluka langsung dibawa kemari termasuk dirimu dan Kleon. Peralatan medis di sini sangat lengkap. Dokter-dokter dan perawat terbaik pun ada di sini, dan mereka semua harus menangani ratusan prajurit terluka yang masuk. Jadi jangan salahkan mereka jika berisik. Mereka sangat sibuk, Marx."
"Vigard... Vigard bagaimana? Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?"
"Hanya selama beberapa jam. Luka-lukamu tidak ada yang terlalu serius. Sebagian besar penyebab kau tak sadarkan diri adalah karena bius untuk penanganan luka-lukamu. Mengenai Vigard, mereka masih sempat kutangani begitu aku dan Ibu Pemimpin tiba di Gahand. Hiram dan orang-orang Gavia yang kuat pun turut serta menghabisi mereka."
"Syukurlah. Kalian memang hebat."
Larius menggeleng. "Kalian yang hebat. Kau dan Kleon. Andai hewan-hewan buas Ayrus dan armada udara Nadex tidak kalian lumpuhkan, Sanivia pasti tamat saat itu juga. Dan kalian melakukan itu tanpa formasi kita yang lengkap. Aku hanya membereskan sisanya."
"Mana Kleon? Yadrutas?"
"Aku di bawah sini, Marx," jawab sang senjata Yad. Ia berdiri di lantai bersama Yadsruht milik Larius. "Tetap tidur, Marx. Jangan paksakan diri untuk bangkit."
"Kleon ada di sana," Larius menunjuk kasur sebelah Marx, dimana sahabat berambut kuningnya itu juga tengah berbaring namun masih tak sadarkan diri. "Kondisinya lebih parah darimu. Dokter menemukan sejumlah tulang yang patah dan satu tusukan dalam di perut."
"Tusukan? Di perut? Mustahil," Marx menggeleng. "Dia memang bodoh, tapi Kleon yang kukenal tidak mungkin begitu lengah hingga membiarkan dirinya tertusuk setelak itu."
Larius mengangguk. "Aku setuju. Zirah ini hanya bisa menahan sayatan dan tembakan. Hanya tusukan sekuat tenaga yang bisa menembusnya, yang mana tidak mungkin Kleon membiarkan dirinya terkena serangan seperti itu oleh Vigard, sekalipun Vigard itu sudah diberi kekuatan berlipat ganda. Kleon bukan prajurit biasa yang bisa selengah itu."
"Apa mungkin...."
"Kalian tahu jawabannya." Sesosok pria tiba-tiba muncul dan memasuki ruangan. Berada di tempat ini membuatnya lebih kurus dari terakhir kali Larius dan Marx melihatnya. Rambut putihnya dikuncir, dan kumis tebalnya yang semakin tidak beraturan menutupi bibirnya. Meski tidak ada yang mempersilakan, pria itu tetap melangkah masuk dengan perlahan. Sesaat, ia meringis, tanda bahwa luka-luka di balik pakaian pasien itu masih belum pulih sepenuhnya. "Ada pengkhianat di antara prajurit kita, dan mereka semakin berani menyerang terang-terangan," ujar Fazl.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe
Fiksi IlmiahBabak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami kesulitan baru lantaran perubahan fisiknya yang menimbulkan tanda tanya semua orang. Masalah Xade pun...