CHAPTER 10 - SMELLS LIKE TEEN SPIRIT

41 11 10
                                    

DENGAN satu pukulan, Vahn menumbangkan pria bertubuh besar itu hingga tak sadarkan diri. Pertarungan selesai. Wanita cantik berambut merah itu pun lekas menghampiri dan memeluk Vahn dengan erat. Vahn pun membalas pelukan mesra itu.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Vahn.

"Aku baik-baik saja, V-Man," jawab Scarlett Johansson.

Lalu sekonyong-konyong, ombak besar menyapu seantero kota dan menenggelamkan Vahn bersama Scarlett Johansson. Arus ombak itu sangat kuat. Begitu kuat hingga berhasil membawa Vahn kembali ke realita.

Vahn kaget setengah mati sampai berdiri dari tidurnya. Ia berusaha mengatur napas, sembari melihat sekeliling hingga akhirnya menyadari dirinya sedang berada di sebuah ruangan yang menyedihkan. "Aku dimana?" tanyanya dengan mata masih membelalak.

"Di kontrakanku," jawab Xade yang terheran-heran melihat Vahn. Tangannya memegang sebuah teko. "Siapa Scarlett?"

"Bu... bukan siapa-siapa."

"Apa Scarlett Johansson?" terka Yadsendew. "Aktris terkenal itu?"

Xade tertawa. "Kamu memimpikan seorang aktris?"

Alih-alih menjawab, Vahn justru bertanya agar topik lekas berganti. "Kenapa aku jadi basah kuyup begini?"

Yadsendew menjawab dengan kesal, "Kau memelukku dengan sangat erat hingga aku kesulitan menghindari ciumanmu! Karena itu Xade lekas menyirammu dengan air!"

Xade tertawa makin keras. Ia lalu duduk di lantai dengan lega. "Syukurlah kamu nggak apa-apa, Vahn. Alirkan energi ke seluruh tubuhmu. Dengan begitu, kamu nggak akan kedinginan dan bajumu akan kering lebih cepat."

Vahn mengangguk, lalu mencobanya. Ia memejamkan mata untuk fokus, dan rasa hangat langsung memenuhi tubuhnya. "Jam berapa ini?"

"Jam 6 sore," jawab Xade. "Duduklah, Vahn. Kita perlu berdiskusi. Mohon maaf, rumah ini tidak memiliki kursi. Yaah, usahakan buat dirimu senyaman mungkin."

Vahn pun duduk sembari memperhatikan seisi rumah kecil itu. "Rumah ini tidak memiliki apapun. Mengapa kau memilih tinggal di sini, Xade?"

"Tanya robot kuning itu."

"Uh... bagaimana keadaanmu, Vahn?" Yadsendew mengubah topik.

"Pusing... dan kepalaku sangat sakit," jawab Vahn sembari memijit kepalanya. "Apa aku dibuat pingsan lagi?"

Xade menjawab dengan menyodorkan smartphone-nya. "Lihat foto-foto itu."

Vahn meraih smartphone tersebut, lalu mulai swipe foto yang tersimpan di galeri satu-persatu. Tepi pantai yang selalu Vahn ingat dengan keindahannya terlihat begitu porak-poranda di foto-foto tersebut. Pohon-pohon yang tercabut dari akar berserakan dimana-mana, tebing tinggi yang biasanya berdiri kokoh kini runtuh bak tanah lunak yang longsor. Namun yang paling membuat Vahn merinding adalah lubang besar menyerupai kawah meteor yang memenuhi seantero pantai. "Ini semua... perbuatanku?"

Xade mengangguk. "Sekarang kamu tahu kan kenapa aku harus membuatmu pingsan? Kalau kubiarkan itu lebih lama, bisa-bisa satu Lombok tertelan oleh lubang hitammu."

"Apa kehancuran ini nggak akan dipermasalahkan oleh dewan-dewan galaksi itu?"

"Kuharap tidak. Segera setelah kamu pingsan, aku dan Yadsendew langsung bahu-membahu membuat itu semua terlihat seperti bencana tanah longsor. Semoga masyarakat percaya. Yang jelas, pantai itu tidak akan sama lagi."

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang