BALAIRUNG itu sangatlah luas, sebagaimana mestinya balairung pemimpin tertinggi sebuah planet. Sama seperti di luar, dinding bagian dalam Istana Artas ini pun berwarna gelap. Larius yakin ia takkan bisa melihat apapun di ruangan ini andai bola penerang besar yang terpasang di plafon yang tinggi itu tidak ada. Suasana kian mencekam dengan kehadiran prajurit-prajurit bersenjata yang berdiri berjejer di sisi balairung yang redup. Bukan hal yang mengherankan, sebenarnya. Sudah selayaknya ada prajurit yang berjaga tatkala sang pemimpin kedatangan tamu, siapapun tamunya. Hanya saja Larius masih belum terbiasa dengan kulit biru mereka, ditambah adanya luka-luka di wajah prajurit-prajurit tersebut.
Ia pun menunduk, mengikuti gerakan Lind yang memberi hormat kepada anak kecil berjubah putih yang duduk di takhta merahnya di atas sana. Bocah berkulit biru itu berjarak dua puluh anak tangga dari Lind dan Larius, ditemani seorang pria paruh baya berambut dan berjenggot putih yang berdiri di sebelah takhta sang bocah.
"Salam, Pemimpin Couglas," sapa Lind dengan khidmat.
"Salam, Ibu Pemimpin Lind," balas Couglas Xen tak kalah formal dari atas sana.
"Anda terlihat sangat sehat," kata Lind seraya menegakkan badannya kembali.
"Ada perlu apa kalian kemari?" Pria di sebelah Couglas bertanya dengan lugas.
Alih-alih menjawab, Lind justru balik bertanya, "Apa kau penasihat pemimpin sekarang, Fennu Taz?"
"Bukan urusan Anda," jawab Fennu.
Lind menghela napas panjang. "Pantas saja ada yang janggal. Andai penasihatnya masih Revon Zen, Pemimpin Couglas tentu akan menyambut kedatangan kami di depan gerbang istana sebagaimana layaknya menyambut pejabat dari planet lain."
"Oh, ya?" balas Fennu. "Dan seorang pejabat datang berkunjung dengan tidak mengenakan jubah putih resmi Anda rasa tidak janggal?"
"Karena ini memang bukan kunjungan resmi. Aku kemari hanya untuk menengok keadaan Couglas, anak teman dekatku." Lind tersenyum ke sang bocah. "Bagaimana keadaan Anda, Pemimpin?"
"Cu... cukup panggil namaku seperti biasa saja, Bibi Lind," sahut Couglas kikuk sembari melirik Fennu. "Bibi apa kabar?"
"Aku baik-baik saja. Turunlah kemari, Nak. Aku datang bersama seorang kesatria Yad dan senjatanya," ujar Lind sembari menunjuk Larius dan Yadsruht. "Kau tahu nama mereka?"
Bocah 8 tahun itu mengangguk antusias sembari turun dari takhtanya. "Larius Odabas dan senjatanya, Yadsruht."
Larius tersenyum sembari membungkukkan badan. "Kami tersanjung Anda mengenal saya dan Yadsruht, Pemimpin Couglas. Sungguh sebuah kehormatan bagi kami." Larius mengulurkan tangan. "Mengapa Anda tidak turun kemari dan kita mengobrol?"
"Pemimpin Couglas Xen akan tetap berada di takhtanya!" Intonasi Fennu meninggi.
Couglas pun menunduk, dan kembali duduk dengan lesu.
"Kuharap kau tahu posisimu, Fennu," ujar Lind. "Tidak sepantasnya kau berbicara dengan pemimpinmu dengan nada seperti itu! Kau memang dipercaya Voglas untuk mengajari putra semata wayangnya tata krama keluarga penguasa, tapi bukan berarti kau bisa terus mengguruinya. Couglas Xen sudah jadi pemimpinmu!"
"Aku sudah bersumpah di depan Pemimpin Voglas Xen sebelum ajalnya tiba, bahwa aku akan melindungi putranya apapun caranya!" seru Fennu dengan mata berkaca-kaca.
"Astaga, aku ini sahabat Voglas, kau pun tahu itu!" Suara Lind tak kalah lantang. "Bagaimana bisa kau berpikir aku akan melukai anak dari sahabatku sendiri!?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe
Science FictionBabak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami kesulitan baru lantaran perubahan fisiknya yang menimbulkan tanda tanya semua orang. Masalah Xade pun...