KURANG-lebih tiga puluh meter di atas permukaan laut, Xade, Yadsendew, dan Vahn berdiri di atas sebuah platform lingkaran seluas lima puluh meter persegi di tengah samudra. Platform logam tebal itu bertumpu pada empat kaki besi yang tertancap kuat di dasar laut dan menjadikannya tempat latihan yang sempurna bagi mereka bertiga.
"Tidak ada penduduk, tidak ada objek yang bisa rusak," ujar Xade seraya mengitari platform dan menengok ombak yang menari pelan di sekeliling mereka. "Ini tempat yang sempurna untuk melatih lubang hitammu, Vahn."
Kaki Xade lalu menghentak-hentak platform. "Logam ini juga cukup kuat dan kokoh. Kerja bagus, Dew."
"Sudah, cepat mulai," tanggap Yadsendew.
Vahn mengangguk antusias. "Aku siap!"
"Sekarang," kata Xade seraya mendekat ke Vahn. "Kita lihat sudah sampai mana sebenarnya kemampuanmu menguasai lubang hitam. Coba keluarkan lubang hitam itu lagi."
Vahn menuruti permintaan Xade. Ia buka telapak tangannya dan fokus. Vahn bayangkan wajah menyebalkan Dito dan Jimi, lalu ia bayangkan pula penderitaan yang Riko alami ketika di-bully oleh adik-adik kedua penindas itu. Vahn sampai memejamkan mata untuk berkonsentrasi.
Akhirnya lubang hitam itu muncul juga.
"Hei, Vahn!" Perlahan namun pasti Xade tertarik ke arah Vahn.
Begitupun Yadsendew. "Vahn, lakukan sesuatu!"
Vahn berusaha untuk semakin fokus. Kali ini, ia membayangkan kejadian di belakang sekolah tadi dimana ia berhasil menaklukan Dito dan Jimi sekaligus.
Isapan itu pun berhenti. Namun lubang hitam masih menari-nari di tangan Vahn.
Xade menghela napas lega. "Bagus, Vahn," pujinya seraya mengacungkan jempol. "Bagus."
"Apa yang terjadi?" tanya Vahn sembari menatap bola hitam di tangannya dengan bingung. "Kenapa tadi aku sempat kesulitan mengendalikan 'jurus' ini?"
"Karena perasaanmu sudah tidak sekuat tadi," jelas Yadsendew. "Tadi di sekolah, kau bisa mengendalikan lubang hitam dengan mudah karena emosi dan rasa puasmu masih besar, Vahn. Sekarang, setelah beberapa menit berlalu, dua perasaan itu mulai memudar hingga menyebabkan kendalimu terhadap lubang hitam berkurang."
Xade menimpali, "Paling tidak, kini kita sudah benar-benar tahu konsep pengendalian lubang hitam. Intinya adalah penyeimbangan perasaan. Jujur, bahkan aku baru tahu bahwa ternyata lubang hitam itu bisa dikendalikan kapan mengisap dan kapan tidak."
Xade lalu melihat lubang hitam yang masih berpusar tenang di telapak tangan Vahn. "Kalau kondisinya begini, apa kamu masih tetap harus memikirkan hal menyebalkan dan hal yang membuatmu puas, Vahn?"
Vahn berpikir sejenak sembari melirik lubang hitam, kemudian menggeleng. "Bahkan saat ini aku tidak memikirkan apa-apa."
"Bagus," tanggap Xade. "Berarti penyeimbangan itu hanya cukup dilakukan di awal saja. Lalu bagaimana kalau begini...." Xade mengeluarkan segenggam bola energi dari tangannya. "... coba isap energi ini menggunakan lubang hitam di tanganmu. Lakukan seperti kamu menarikku di sekolah tadi."
Vahn mengangguk, lalu di angkatnya lubang hitam itu mengarah ke energi Xade. Segera setelahnya, bola energi itu terisap dan masuk ke dalam lubang hitam tanpa membekas sama sekali.
"Nah," kata Xade, "bagaimana kamu lakukan yang barusan?"
Vahn mengedikkan bahu. "Hanya meningkatkan konsentrasi ke lubang hitam ini dan memikirkan apa yang harus ia isap, itu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe
Ciencia FicciónBabak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami kesulitan baru lantaran perubahan fisiknya yang menimbulkan tanda tanya semua orang. Masalah Xade pun...