XADE saja gemetar, apalagi Vahn. Terlihat melalui layar di depan mereka yang dibuatkan Yadsendew: sepasukan kapal dan pesawat tempur bagai kawanan lebah yang tak terhitung jumlahnya yang mengelilingi sebuah planet besar berwarna ungu.
"Gila," ucap Vahn memandangi layar seraya memegang dagu. "Ada berapa kapal itu? Ratusan? Ribuan?"
"Dan di dalam tiap-tiap kapal itu menampung prajurit Vigard dengan jumlah tak terhingga yang siap menyerang." Xade hanya bisa mengepalkan tangan tanpa daya.
"Jangan lupa juga," tambah Yadsendew. "Itu masih prajurit tambahan. Di Sanivia sana, pasti sudah ada ribuan makhluk Vigard yang sudah lebih dulu turun untuk memberi serangan."
Vahn melotot. "Apa selalu seperti itu!? Bagaimana kalian bisa bertahan sampai sejauh ini?"
"Hei," Xade menghampiri dan menepuk pundak Vahn. "Tidak perlu tegang. Sanivia itu planet yang kuat, Vahn. Kita tidak semudah itu dikalahkan."
"Benar," sahut Yadsendew. "Tapi, bagaimana kalau kita melakukan sesuatu terhadap bala tentara Vigard itu? Mungkin Vahn ingin menguji kekuatan Lubang Hitam sekarang?"
"Memangnya ini seberapa dekat sih?" tanya Vahn.
Yadsendew menjawab, "Kita sudah cukup dekat dengan Sanivia, Vahn. Andai luar angkasa tidak segelap ini, kau bisa melihat peristiwa di layar ini dengan matamu sendiri melalui jendela. Aku tidak bisa lebih dekat lagi, kita bisa ketahuan."
Xade mengangguk. "Ide bagus. Bagaimana, Vahn? Ingin mencoba? Ini kesempatan yang sempurna."
"Posisi mereka ada dimana sih?" Vahn bangkit dari kursinya.
"Jika kau berdiri menghadap jendela, kau akan persis menghadap mereka semua pula," jawab Yadsendew.
Vahn memejamkan mata, menghela napas panjang, kemudian membuka kedua mata biru itu kembali. Ia seperti merasakan sesuatu. "Akan kucoba."
"Jika kau perlu sedikit lebih dekat lagi katakan saja, Vahn," tawar Yadsendew.
Vahn menggeleng. "Segini cukup."
Ia mengarahkan tangannya ke arah kejauhan dimana kapal-kapal Vigard berada. Tiba-tiba, ekspresi wajah Vahn berubah.
"Kenapa, Vahn?" tanya Xade yang menyadari perubahan itu.
Vahn menggeleng. "Tidak apa-apa. Hanya saja, ketika aku fokus untuk mengeluarkan Lubang Hitam, rasanya agak berbeda. Tidak seperti di Bumi."
"Xade, lihat!" seru Yadsendew.
Xade spontan kembali ke layar. Dirinya terperangah melihat ribuan meteor menabrak kapal-kapal Vigard dan menghancurkan semuanya. Bala tentara di dalam armada itu berhamburan di angkasa dan hanya bisa melayang tanpa ada kendali.
Mendadak, Vahn nyaris ambruk. Xade yang sigap lantas bergerak secepat mungkin untuk menahan tubuh Vahn dan membawanya kembali duduk di kursi.
"Vahn? Kenapa?" tanya Xade khawatir. "Kau tidak apa-apa?"
"Ada apa, Vahn?" Yadsendew ikut bersuara. "Kau bahkan belum mengeluarkan Lubang Hitam sama sekali."
Xade menoleh ke layar lagi, dan memastikan bala tentara itu sudah benar-benar 'habis tak bersisa'. "Tidak perlu," sahut Xade seraya memperhatikan kawanan meteor itu terus melaju meninggalkan pasukan Vigard yang luluh-lantak. "Semesta sendiri ikut turun tangan menghancurkan makhluk-makhluk keparat itu. Sebaiknya kita lekas bergerak, Dew. Jangan sampai batu-batu itu mengenai kita juga. Kita cukup dekat dengan mereka, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe
Khoa học viễn tưởngBabak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami kesulitan baru lantaran perubahan fisiknya yang menimbulkan tanda tanya semua orang. Masalah Xade pun...