CHAPTER 40 - SHOW SOME RESPECT, DOWN ON ONE KNEE

24 4 8
                                    

TUBUH Vahn menggigil. Gigi-gigi atas dan bawahnya bahkan beberapa kali bertemu saking gemetarnya. Padahal cuaca di luar Istana di tempat ia berdiri saat ini bukan cuara terdingin Sanivia. Kalaupun ya, seharusnya Vahn tidak merasakannya lagi karena tubuhnya sudah menyesuaikan dengan suhu terekstrem sekalipun.

Rasa menggigil yang menusuk tulang itu diperparah ketika Vahn melihat ke depan, dimana lawannya yang jauh lebih besar menatapnya seperti ingin memangsa. Hiram bergeming di tempatnya berdiri, menanti duel dimulai.

Mata Vahn lalu beralih ke Xade yang sedang berdiskusi dengan Lind, Fazl, dan kesatria Yad yang lain tak jauh dari tempat mereka berdiri. Xade tampak begitu cemas.

Aku jadi menyesal menghardiknya di ruang rapat tadi. Harusnya aku tak melakukan itu.

Perhatian Vahn teralih ke para senjata Yad yang mendekat ke arahnya. Termasuk Yadnom, tentu saja.

"Tidak perlu risau begitu, Vahn," Yadsendew yang berjalan paling depan berusaha menenangkan. "Ini akan selesai dengan cepat."

"Mohon jangan membenci Kleon dan yang lain." Suara robot-robot ini begitu serupa sehingga Vahn harus menengok satu-satu untuk memastikan siapa yang berbicara. "Aku turut menyesal dirimu berada dalam posisi ini, tapi ini memang harus dilakukan." Ternyata senjata Yad berwarna perak yang bicara. Yadnus, milik Kleon.

"Kau juga harus tahu," tambah senjata Yad berwarna cokelat. Yadsruht, milik Larius. "... bahwa untuk bisa memegang kami, para kandidat harus berlatih mati-matian. Tak terkecuali Fazl Jarr. Dia berlatih sama beratnya seperti Larius, Xade, dan yang lain agar dianggap pantas oleh kami."

"Apa kau dapat poinnya, Vahn?" Bahkan Yadirf senjata Yad berwarna hitam milik Hiram ikut berusaha memberi pengertian ke Vahn alih-alih berdiri bersama penggunanya. "Meski Hiram dan yang lain tidak begitu cocok dengan Fazl, melihat Yadnom meninggalkan dirinya untuk orang baru sepertimu tetaplah terasa tidak adil dan menyakitkan. Tak peduli meski mereka tahu kriteria seperti apa yang Yadnom inginkan."

"Maka, ini kesempatanmu, Vahn," Yadrutas, senjata Yad merah milik Marx menimpali. "Tunjukkan melalui duel ini bahwa kau pantas menjadi orang yang dipilih oleh Yadnom. Keluarkan semua yang pernah Xade ajarkan padamu di Bumi. Buat gempar Istana ini dengan Lubang Hitam-mu, bila perlu."

Giliran Yadnom bersuara, "Aku tahu siapa yang kupilih. Dan aku yakin, kau akan memenangkan duel ini, Tuan Vahn Razeaspen."

Vahn kikuk. "Te-terimakasih sudah percaya padaku, Yadnom."

"Sama-sama," balas Yadnom. "Aku tidak sabar ingin bekerjasama denganmu."

Diskusi selesai. Xade dan yang lain akhirnya mendekat. Ia lalu berdiri di antara Vahn dan Hiram.

"Kami sudah sepakat untuk membuat duel ini sesingkat dan sesederhana mungkin," katanya. "Aku, Xade Trix Dleir, akan bertindak sebagai wasit. Duel akan menggunakan pedang torun ukuran sedang. Yadnom dan Yadirf, bekali Vahn dan Hiram pedang tersebut."

Yadirf mendekat ke Hiram dan menyinari tangan Hiram dengan cahaya putih dari matanya. Begitu pun Yadnom ke Vahn dengan mata biru bundarnya. Seketika kemudian, satu pedang berwarna hitam yang terbuat dari kayu muncul dalam genggaman Vahn. Hiram pun demikian di seberang sana.

Oh, ternyata material serupa kayu disebut torun di sini, Vahn mengangguk-angguk seraya menatap pedang yang sama sekali tidak tajam itu. Bahannya persis seperti kursi dan meja di dalam Istana.

"Tetap waspada, Vahn," Yadsendew mengingatkan. "Meski kalian menggunakan senjata untuk prajurit pemula yang belajar pedang, Hiram tetap dapat melukaimu dengan parah dengan benda itu jika kau lengah sedikit saja."

The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang