Kehebohan rutinitas khas Senin pagi menjangkiti semua orang yang berada di gedung Falcon Advertising. Para karyawan menyapa petugas jaga dan satpam sekenanya. Mereka bergantian memindai kartu pekerja dan membuka pintu putar. Kami lantas berkumpul di depan lift. Sebagian ada yang terlihat gelisah. Ada pula yang mulai santai dan bercengkerama dengan karyawan lain. Banyak juga yang sepertiku. Berkutat dengan ponsel dan menelusuri kotak masuk email.
Inilah kebiasaanku setiap hari. Benda pertama yang kucari saat bangun pagi adalah ponsel. Aplikasi pertama yang kubuka adalah email. Aku harus memastikan semua surel berisi proposal penawaran kerja sama ke calon klien yang aku jadwalkan dikirim pada Senin pagi ini telah terkirim. Tidak ada alamat surel yang salah ketik atau tidak terdaftar. Kemudian, aku akan memeriksa pesan masuk.
Memang biasanya, tidak banyak klien yang merespons surelku sepagi ini. Besar kemungkinan, jawaban mereka akan datang tidak lama setelah aku tiba di kantor. Akan tetapi, bila ada, aku akan membalas pesannya saat itu juga.
Sekitar pukul delapan sampai sembilan pagi, respons para calon klien yang kukirimi pesan otomatis pagi tadi biasanya akan membanjiri kotak masuk surel. Bersamaan dengan itu, balasan para klien lama juga turut meramaikan kotak masuk. Isi pesan mereka biasanya berupa jawaban atas follow-up email kerja sama yang kukirimkan pada mereka.
Dua jam ke depan, atensiku dimiliki sepenuhnya oleh layar komputer. Jari-jemari menari di atas keyboard. Satu waktu merangkai kalimat-kalimat diplomatis. Di waktu lainnya, kata-kata yang tertuang di dalam badan surel bernada lebih ceria. Menunjukkan antusiasme untuk bekerja sama dengan klien.
Dua jam itu sesungguhnya cukup krusial bagi para AE. Pasalnya, banyak perusahaan yang memulai meeting di pagi hari. Di saat itu, orang-orang juga berkutat dengan laptop. Memeriksa pesan di kotak masuk. Membaca tawaran-tawaran menarik dari berbagai perusahaan. Termasuk dariku. Bila beruntung, mereka bisa membicarakannya langsung di pertemuan itu. Dan bila benar-benar beruntung, jawaban mereka akan masuk ke kotak pesanku dalam hitungan jam, bahkan menit.
Selain membaca dan membalas email, waktu yang tersisa sampai makan siang kumanfaatkan untuk mengirim pesan lain. Karena Falcon tidak mempekerjakan sales development representative yang biasa bertugas untuk mencari klien, para account executive-lah yang harus terjun langsung untuk mencari "mangsa". Sebagian AE memilih mendekati calon klien dengan telepon. Sementara aku dan teman dekatku di kantor ini—Sharon atau yang biasa kupanggil Sha―lebih suka bertukar kata lewat surel. Ketika kami sudah sepakat tentang janji temu, korespondensi dengan klien biasanya berpindah ke aplikasi pesan singkat. Murni untuk mempermudah komunikasi. Selebihnya, aku lebih senang menyambung pembicaraan selepas pitching dengan klien menggunakan email lagi. Bukan apa-apa, aku hanya ingin terlihat profesional. Lagi pun, surel punya fitur tembusan, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan juga dapat langsung ternotifikasi begitu ada pembaharuan dalam proyek kami.
"Somehow gue merasa kalau kita para AE ini adalah masokis," celetuk Sha usai meregangkan tangan dan kaki.
Mohon jangan heran. Rekan kerjaku ini memang suka melisankan apa pun yang sedang bertengger di dalam kepalanya. Terkadang, kalimat-kalimat itu tercetus tanpa ada alasan pasti. Pembelaannya adalah karena dia butuh mengeluarkan pikiran-pikiran tidak penting di dalam kepala agar dia punya slot kosong untuk memikirkan hal yang lebih penting dan kembali fokus bekerja.
"Coba bayangkan. Kita selalu disiksa. Disiksa perusahaan pakai target. Disiksa calon klien untuk meeting di akhir pekan. Belum kalau ketemu yang cerewet dan rese yang memberi revisi terus. But, guess what, we're happy doing it. Every. Single. Day."
"Ya, bagaimana nggak senang? Kalau proyek kelar, berapa juta komisi lo?"
Sha cengengesan. "Iya, sih. Setiap kali punya pikiran buat resign, gue selalu kepikiran proyek-proyek kayak begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling For The Forbidden
RomanceThis story contains: - Adult language and situations (21+) - Swearing - Subject matter that some readers may find offensive and disturbing It is not suitable for younger readers. Reader discretion is advised. -- Tidak ada kakak yang lebih berdedikas...