Warning: Explicit Sexual Content
Lenguhan kencang lolos tanpa beban dari mulutku usai hantaman kenikmatan menerjangku untuk yang kedua kalinya. Lebih tepatnya, ketiga kalau juga menghitung momen kami di sofa ruang tamu tadi. Dua kali Bintang membuktikan bualan tentang kelihaian pijatannya. Pria itu tidak berbohong. Jari-jarinya begitu lincah bermanuver di bawah sana. Meninggalkan kejutan-kejutan yang membuatku berjengit. Menekan di titik-titik tepat yang mampu membuat bola mataku berputar 180 derajat.
Baru saja, dia menghajarku dengan serangan lidahnya. Hal yang semula kupikir jorok itu rupanya bagai candu. Apalagi saat melihat Bintang yang melirikku dari bawah perut. Iris matanya berlapis api gairah. Pemandangan itu sangat seksi.
Bintang mengangkat badan. Lidahnya menjilat tepi bibir tipisnya sebelum menyunggingkan senyum kemenangan. Pongah sekali!
Kubiarkan dia menikmati hasil perbuatannya. Memindai tubuh polosku yang mulai kehabisan tenaga. Menatap dadaku terlalu lama. Aku memilih untuk memejamkan mata sesaat. Berusaha mengatur napas.
Aku terkesiap saat merasakan benda kenyal menyentuh perutku dan merangkak naik sangat cepat. Ketika aku menunduk, Bintang sudah menyeringai di antara dadaku. Tanpa melepas pandangan, dia menandaiku di sana. Entah sudah berapa tanda yang diukirnya di tubuhku.
Dia melanjutkan perjalanannya. Berkutat cukup lama di leherku. Saat menyadari dia berupaya mengisap kulit leher, aku menepuk pelan pundaknya.
"Sudah saya bilang jangan di leher," protesku.
Bintang tidak mengacuhkanku. Usai menorehkan cupang di leher, dia mengangkat kepala. Tersenyum puas sambil melihat hasil karyanya. Dia menopang beban tubuh di atas kedua tangan, lantas memindah atensi kepadaku. Kepercayaan dirinya perlahan memudar. Seringainya lenyap dalam hitungan detik.
"Kenapa?" tanyaku.
Lelaki berambut gelap itu menatapku lekat-lekat. "How far did you want this to go, Rebecca?"
"All the way," balasku yakin.
Mendengar itu, matanya membulat. Dia mematung, seakan benar-benar tidak menduga jawabanku sama sekali.
"Kamu sadar kalau kita melakukannya―"
"Kamu akan menjadi pria pertama bagi saya," sambungku. "Saya sepenuhnya sadar."
Bintang mempelajari kesungguhanku. Ketika aku tidak mengubah pikiran, akhirnya laki-laki itu mengangkat tubuhnya. Dia mengambil dompet dan mengambil sebuah benda persegi mengkilat dari dalamnya. Digigitnya bungkus pengaman itu selagi dia melepas celananya.
Dalam satu gerakan cepat, Bintang merobek benda itu. Dibuangnya sisa bungkusan yang masih digigit dengan cara meniupnya. Tak peduli ke mana sampah itu akan jatuh. Dia menyibukkan diri dengan memasang kondom. Lalu, dia menunduk. Menghela napas panjang sebelum mengembalikan fokus padaku.
"Kamu yakin?"
Aku mengangguk mantap. Bintang pun mulai bergerak. Sejurus kemudian, kurasakan ujung kejantanannya menyentuh milikku. Perlahan, dia memasukiku. Perih semakin terasa kala inti diriku berusaha menelan setiap sentimeter kejantanannya. Aku meringis, tak kuasa menahan pedih di bawah sana.
"Sakit?" tanya Bintang.
"Sedikit. Nggak apa-apa."
Pria itu kembali menerobos masuk. Sakit yang kurasakan kian menjadi-jadi. Tanganku meremas selimut. Aku menghirup udara dari sela-sela gigi, berharap dapat meredakan ketidaknyamanan ini.
Tiba-tiba, Bintang menggeleng. "Saya nggak bisa melakukan ini."
"Saya nggak apa-apa, Bintang," balasku. "Kamu bilang sakitnya hanya sementara, kan?" Kami bersitatap sejenak sebelum aku melanjutkan, "Melakukan ini denganmu atau dengan laki-laki lain rasanya pasti akan tetap sakit, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling For The Forbidden
RomanceThis story contains: - Adult language and situations (21+) - Swearing - Subject matter that some readers may find offensive and disturbing It is not suitable for younger readers. Reader discretion is advised. -- Tidak ada kakak yang lebih berdedikas...