Sexy Thoughts

6.6K 475 8
                                    

Serangkaian rutinitas padat yang kulalui hari ini tidak dapat menyelamatkanku dari ingatan tentang Kamis malam itu. Tentang bagaimana lembut bibir Bintang mengulum bibirku. Tentang bagaimana sisi dominan pria itu muncul hanya karena aku mengusap dadanya. Dengan gigih, dia mencoba menciumku. Namun kemudian, dia meninggalkanku begitu saja. Hanya berbekal penyesalan, lelaki itu lenyap di balik pintu apartemen.

Dua sifat yang bertolak belakang itu membuatku penasaran sekaligus frustrasi. Aku merasa diinginkan, tapi di saat bersamaan, aku juga merasa ditolak. Berulang kali, aku mengutuk diri. Bukankah aku sudah memperingatkan diri agar tidak terbuai dengan bualannya dan terjebak dalam permainannya?

Bintang bukan pemain baru dalam urusan merayu wanita. Melihat masa lalunya dengan adikku, aku menduga dia pun senang bergonta-ganti teman perempuan. Satu malam dia bisa bersama perempuan yang ditemuinya di kelab malam. Malam berikutnya, dia mungkin bersama wanita berbeda.

Sudah! Berhenti memikirkannya, Rebecca!

Aku mengembuskan napas berat. Berusaha memusatkan tenaga untuk mengecek ulang pekerjaan. Surat elektronik berisi proposal sudah kupasangi mode kirim otomatis pada Senin nanti. Semua alamat email perusahaan yang kuriset dan kulihat sebagai calon klien potensial sudah tercantum di surel tersebut.

Tugasku minggu ini sudah selesai. Setelah satu bulan yang panjang, akhirnya aku bisa bersantai di akhir pekan. Jadwalku kosong di Sabtu dan Minggu. Tidak ada klien. Tidak ada jadwal berkunjung ke Tangerang. Praktis, aku punya akhir pekan untuk diriku sendiri.

Beberapa hari ini, aku menumpang mobil Sha untuk pulang. Namun sore ini, dia ada janji temu dengan klien, sehingga akhirnya, aku memutuskan naik ojek daring. Dalam perjalanan menuju bengkel, otakku membuat daftar imajiner tentang apa yang ingin kulakukan dua hari ke depan.

Setelah mengurus administrasi di bengkel, aku pergi ke supermarket. Membeli persediaan bahan makanan. Memanjakan diri dengan membeli bath salt dan beberapa masker wajah bila aku ingin berendam di bath up. Menambah stok majalah untuk menemaniku selagi berendam atau menyesap cokelat hangat.

Setelah puas memborong persediaan amunisi akhir pekan, aku bergegas keluar dari supermarket. Sialnya, hujan mulai turun dan aku tidak membawa payung. Buru-buru kudorong troli ke dekat mobil dan memasukkan tas belanjaan secara sembarangan ke kursi belakang.

Badanku sudah basah kuyup saat aku duduk di dalam mobil. Sepertinya berendam akan menjadi aktivitas pertamaku begitu tiba di apartemen. Dan memang itulah yang kulakukan. Seluruh tas belanjaan kutinggalkan begitu saja di lantai dapur. Hanya berbekal ponsel, bath salt, dan majalah, aku masuk ke kamar mandi. Mengisi bath up dengan air dan bath salt. Aku lantas berendam ditemani majalah dan lagu instrumen dari ponsel.

Setelah puas berendam, aku kembali ke dapur dan membereskan barang-barang belanjaan. Ketika hendak menyeduh cokelat panas, aku baru menonaktifkan mode airplane di ponsel. Selang beberapa detik, sederetan pesan membanjiri layar. Semuanya pesan dari Bintang. Katanya, dia sudah berada di lobi apartemen. Sejak lebih dari sejam yang lalu!

Mataku terbelalak saat melihat belasan pesan singkat yang ditinggalkannya. Beberapa kali juga dia mencoba meneleponku. Dia memang tidak mungkin bisa langsung naik lift ke lantai apartemenku. Dia membutuhkan akses kartu residen. Mau tidak mau, dia harus ke lobi lebih dulu. Bila dia menunggu di lobi, besar kemungkinan resepsionis sudah menghubungi telepon unit apartemenku dari tadi. Namun, suaranya pasti tersamarkan dengan musik yang kumainkan saat berendam tadi.

Pesan terakhir yang dikirim sudah nyaris sepuluh menit yang lalu. Mungkin dia juga sudah pulang. Meski rasa penasaran menghantui, aku memutuskan untuk mengabaikan pesannya, sekaligus rasa kecewa karena aku tidak bertemu dengannya malam ini.

Falling For The ForbiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang