Warning: Explicit Sexual Content
Bintang mengempaskan badan di atas sofa bed di ruang keluarga. Kakinya terjulur ke depan. Kedua lengannya terlentang di atas sandaran sofa. Desah puas dilemparkannya ke langit-langit.
"Aduh, saya kenyang banget!" ungkapnya. Kali ini, satu tangannya mengusap perut.
Aku tertawa geli seraya menduduki sofa. Seketika Bintang membenahi posisi duduknya, lantas bergeser mendekatiku. Terlampau dekat sampai tidak ada ruang tersisa di antara kami. Praktis, aku terhimpit di antara arm rest dan Bintang.
"Jauh banget duduknya."
Aku tidak menanggapi. Memilih sibuk mencari acara televisi yang dapat mengalihkanku dari Bintang. Juga menghentikan isi kepalaku yang enggan mengenyahkan ingatan tentang betapa manis lelaki itu melahap makan malamnya tadi.
Ini bukan pertama kalinya seseorang menikmati masakanku. Berulang kali Veronica menyantap makanan buatanku. Memuji kemahiran lain yang diturunkan oleh Mama ini. Tentu, aku senang kalau seseorang mengapresiasi kerjaku. Hanya saja, kepuasan yang kurasakan saat memperhatikan Bintang begitu antusias menghabiskan isi piring terasa berbeda.
Sebuah belaian di telinga mengacaukan lamunanku. Tanpa mempertimbangkan risiko tindakanku, aku menoleh. Berhadapan langsung dengan Bintang. Ujung hidung kami bertabrakan. Intensitas dari tatapannya seolah menyedot habis oksigen di ruangan ini.
Memoriku seketika melesat ke dua jam lalu ketika aku berada di bawah kendalinya. Berbekal sepasang tangan dan mulut, dia mampu membuatku tak berkutik. Membayangkan momen panas itu saja sudah kembali membakar tubuhku dengan gairah berapi-api.
Aku memalingkan muka. Berharap dengan melakukan itu, aku bisa menyingkirkan kenangan erotis kami. Namun, bagaimana caranya aku bisa melupakan momen panas itu bila sekarang Bintang malah memainkan daun telingaku dengan lidahnya?
"Bintang...."
Pria itu bergumam. "Should I stop?"
"Ya."
Kehampaan langsung menyergap batin saat Bintang benar-benar menuruti permintaanku. Dia menggumamkan maaf, lantas bergeser menjauhiku. Kekosongan di dada pun kian menjadi-jadi.
"Kamu mau saya pergi?" tanyanya lirih.
"Nggak!"
Mekanisme refleks tubuhku bereaksi lebih cepat dari logika. Bahkan, badanku ikut berputar cepat hingga berhadapan dengan Bintang. Lelaki itu tampak menunggu kelanjutan ucapanku, tapi aku malah menunduk. Membiarkan lantai menyaksikan betapa malunya diriku.
Lalu, sebuah tangan meraih daguku. Menggerakkanku agar dapat bertatapan dengan si pemilik tangan. Sepasang bola mata cokelat gelap menatapku lembut. Penuh pengertian.
"What's holding you back, Rebecca?"
Aku menggigit bibir. Bintang menarik daguku ke bawah. Mulutku terbuka, memberinya akses untuk mengulum bibirku. Lidahnya mulai mengikatkan diri dengan lidahku.
"Do you want this?" bisiknya.
Aku mengangguk. Tangannya lantas menggerayangi tubuhku yang masih dibalut pakaian utuh. Meremas lembut dadaku.
"Do you want this, too?"
Kepalaku kembali bergerak naik dan turun. Kurasakan tangannya menuruni tubuhku. Menyelinap di balik celana piyama. Jari-jarinya menggelitik inti diriku yang dibungkus celana dalam berenda.
"How about this?"
Lagi, aku hanya mampu mengangguk. Aku sudah terlalu pasrah. Terlalu terbuai dengan sentuhannya yang lembut, tapi pasti. Seakan dia benar-benar tahu apa yang ingin dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling For The Forbidden
RomanceThis story contains: - Adult language and situations (21+) - Swearing - Subject matter that some readers may find offensive and disturbing It is not suitable for younger readers. Reader discretion is advised. -- Tidak ada kakak yang lebih berdedikas...