Blessings

3.4K 368 42
                                    

Mobilku sudah terparkir sempurna sejak bermenit-menit yang lalu, tetapi aku masih betah mengurung diri di kursi pengemudi. Tatapanku terpusat pada sebuah mobil yang terparkir di depan garasi. Biasanya mobil sang istri selalu yang menghuni garasi, sebab si suami tidak pernah ingin istrinya sampai harus berlari-lari ke mobilnya kalau sedang hujan. Apalagi dalam keadaan hamil. Padahal sebelum bersama Damien, Veronica bukan orang yang suka mengendarai mobil sendiri. Bukan karena dia senang bergantung, tetapi karena menurutnya, menggunakan mode transportasi umum lebih murah dan dia tidak harus berjibaku dengan kemacetan. Sangat bertolak belakang denganku yang lebih menyukai fleksibilitas yang ditawarkan kendaraan pribadi.

Veronica akhirnya harus berkompromi dan menerima keputusan Damien untuk membeli mobil. Lagi pula, siapa juga yang tidak khawatir kalau memikirkannya yang harus naik-turun dan bergonta-ganti kendaraan umum dalam kondisi hamil?

Sebelum berubah pikiran, aku membuka pintu mobil dan berjalan mendekati pintu rumah. Dengan mata tertutup, aku mengetuk pintu. Jantung berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya.

Si empunya rumah membuka pintu. Begitu matanya menangkap kehadiranku, adik iparku itu mematung. Bola mata cokelat kemerahannya berpindah dariku ke pria di sampingku. Perlahan, raut terkejutnya menjelma jadi penuh pengertian, seakan dia memahami maksud kedatangan kami. Damien lantas mempersilakan kami masuk sebelum berlalu untuk memanggil Veronica di kamar. Aku tak pernah berhenti terkesima pada cara pria itu memperlakukan adikku. Dia tidak pernah sekali pun menaikkan volume suara untuk memanggil istrinya.

Beberapa saat kemudian, Damien kembali bersama Veronica. Keduanya menduduki sofa di seberang kami. Sebelum aku sempat mengucapkan apa pun, Bintang sudah menuturkan keinginannya dengan lugas dan yakin.

"Gue ke sini mau minta restu lo, Ve. Gue sayang sama kakak lo dan gue berencana menjalin hubungan serius dengan dia."

Seluruh mata tertuju pada pria berambut pendek ikal ini, bahkan saat dia memilih untuk melayangkan pandang ke arahku. Segala keraguan di benakku sirna tatkala aku menangkap keteguhan di balik netranya.

"Gue belum pernah menginginkan seorang perempuan seperti gue menginginkan Rebecca. Karena itu, gue nggak mau menyerah begitu saja. Look, I know that I can never guarantee your sister any certainty. Neither can anybody. Because you know, life is full of uncertainty. Tapi, kalau gue bisa memberi dia hal-hal yang pasti untuk mengurangi kekhawatirannya, I'll do it.

"And it starts with this. Asking for your blessing." Bintang memindah fokus ke Veronica. "Gue tahu pentingnya restu lo buat Rebecca, jadi gue mau minta restu lo secepat mungkin. Karena menurut gue, meminta restu lo bukan sesuatu yang bisa ditunda. Lo adalah orang penting bagi Rebecca, jadi restu lo berarti segalanya untuk dia. Gue pengin meyakinkan dia kalau kami punya restu lo sebelum resmi memulai hubungan ini."

Perhatian Bintang lantas berpindah ke Damien. "Saya juga mau minta restumu. Kamu tahu saya memiliki sejarah dengan Veronica. Saya paham kalau kamu mungkin merasa nggak nyaman kalau saya mengencani kakak istrimu. Tapi, di sini saya pengin meyakinkanmu kalau saya nggak punya intensi apa pun pada Veronica. Saya datang ke sini untuk dan hanya untuk Rebecca."

Baik Veronica maupun Damien masih belum menanggapi. Perlahan Veronica memutar kepala. Bertukar kalimat melalui tatapan mata dengan sang suami. Setelah beberapa detik, keduanya kembali memusatkan perhatian pada kami.

"Well, sebenarnya restu kami ... tergantung dari kakak gue sendiri." Veronica melirikku. "Lo mau sama Bintang, Kak? Lo happy sama dia?"

Kerongkonganku mendadak tersumbat. Getaran pita suara tenggelam oleh saliva, membuatku sulit berkata-kata. Otakku pun masih mencoba memproses bagaimana dia, bahkan Damien, bisa bersikap begitu tenang.

Falling For The ForbiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang