시간이 다되어 가고있다 (69)

274 58 6
                                    

"Manusia itu selalu berkata bahwa mereka benar tanpa melihat apa yang salah dan apa yang tidak. Terkadang tindakan tak sesuai dengan logika. Kala ketakutan melanda dan kalut saling beriringan satu sama lain."

(Author **** POV)

Pagi datang, matahari bersinar dan burung berkicau menyanyikan semua lagu yang mereka bisa. Meski begitu bukan berarti bagi seorang Kim Seokjin untuk malas-malasan. Dia sudah bangun sejak subuh tadi dan membuat denah rumah dirinya, lebih tepatnya denah ruangan berdasarkan ingatannya. Sudah habis dua kopi di cangkir itu dan untuk masa istirahat, dia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak sebelum masalah ini selesai.

Beberapa kali dia mengecek ponsel lama itu dan belum ada balasan sama sekali, dia ingin mendapatkan jawaban dari seorang dosen yang merupakan sahabat karib ayahnya. Merasa yakin bahwa beliau belum meninggal membuat dia ingin mengulik sebagian kehidupan rahasia ayahnya. "Seokjin kau sejak semalam kurang tidur, apa kau baik saja? Jangan memaksakan tenaga itu tidak baik nak." Satu cangkir teh hijau, aromatic yang cukup membantu dirinya untuk tenang.

Ucapan terima kasih itu ada dari yang muda, dia merasa senang dengan perhatian kecil dari keluarganya. Seokjin tidak akan lupa untuk terus bersyukur, di depan pria itu dia langsung menyeruputnya selagi hangat dengan tanda bahwa pria itu merasa sangat dihargai dalam membuat seseorang senang. "Seperti biasa ayah membuat minuman ini enak." Memanggilnya dengan sebutan ayah. Sudah biasa menjadi di bibirnya sementara pria itu justru mengusap air matanya senang.

"Maafkan aku, aku lama tidak dipanggil dengan sebutan itu cukup lama. Rasanya sangat senang ketika aku seperti mendapatkan seorang putra yang baik dan tampan. Terima kasih nak, tanpamu mana mungkin aku bisa menikmati masa tua dengan tenang." Terharu tanpa dia sadari, seseorang memberikan pelukan dari samping sebagai tanda sayang. Dia sandarkan kepalanya diatas bahu pria tua itu, betapa tidak? Selama ini ayah kandungnya sendiri tidak mau jika dia ber-manja seperti ini. Baginya seorang pria itu akan nampak memalukan jika terlihat lembek.

Padahal hal seperti itu belum tentu benar, mereka manja karena ingin disayang. Cukup menunggu saja sampai pria ini puas untuk mengungkapkan rasa bahagianya. Seokjin tidak pernah bosan untuk menyenangkan seseorang yang sudah berjasa menolong dirinya, "tanpa paman aku tidak akan mungkin seperti sekarang. Karena paman sudah menyelamatkan nyawaku, hal yang tak bisa dilakukan oleh kedua orang tuaku. Dalam keadaan apapun tolong jangan tinggalkan aku paman, sudah cukup bagiku kehilangan adik dan juga nenek." Suaranya memelas, dengan kesedihan yang tercurah di manik matanya.

Seseorang melepaskan pelukannya dan memaksa si pemuda untuk menatap dirinya secara langsung agar bicara jujur. "Kenapa kau bicara seperti itu. Bukankah kau bilang bahwa kau yakin adikmu hidup. Jangan katakan hal yang belum tentu kebenarannya Seokjin." Suaranya serak, tata bicaranya membuat dia tenang. Seokjin hanya bisa mengulum bibir bawahnya dengan pandangan majemuk. Antara yakin tidak yakin tapi, "aku tahu dan aku sudah mendapat keyakinan ku. Aku akan belajar ikhlas dan rela, lagipula Tuhan sayang dengan adikku dan mungkin saja dia sudah melihatku bahagia seperti sekarang."

Mengambil langkah untuk kembali ke bangkunya. Melihat bagaimana gambaran teka-tekinya diatas dasar putih kertas. Pria itu masih terdiam dengan pandangan ke bawah, dia tidak suka dengan sosok muda yang kehilangan semangat. Seokjin hanya... Tidak tahu bagaimana dia berpendapat sekarang. Kenyataannya dia melihat Yoongi di rasuki arwah adiknya. Dia sendiri ingin menolak kabar kematian sang adik. Akan tetapi, semua sudah terjadi dengan cepat.

"Lalu bagaimana dengan makam yang kau lihat kemarin. Kau sudah memeriksa bahwa makam itu ada adikmu disana?" Tiba-tiba saja pertanyaan itu membuat yang muda terdiam, dia tidak lagi menggoreskan arsiran disana hingga kepalanya menunduk. Tak lama tetesan seperti hujan jatuh diatas permukaan gambar, membuat jejak lalu merembes meninggalkan tempatnya. Tubuh pemuda itu bergetar dengan tangan kanan meremat pensil di tangannya. Sepertinya pria itu salah bicara hingga hal ini terjadi, timbul rasa tidak enak hati dalam dirinya.

36 Days (Story From Yoongi x Jungkook) [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang