27

433 61 0
                                    

"Yahh, kok aneh sih ---" gumamku.

Aku coba masukkin kartu atm lain ke dalam mesin atm di depanku. Tapi lagi-lagi, aku gak berhasil melakukan penarikkan.

"Kenapa, sayang?" Felix mengagetkanku. Dia tiba-tiba memelukku dari belakang dan mencium leherku. Padahal, tadi dia kusuruh menunggu di mobil.

"Aku mau ambil uang, tapi gak bisa Felix."

"Hmm...." Felix berpindah posisi. Kini dia memegang kedua lenganku, dan kami saling berhadapan. "Kamu sendiri kan yang bilang waktu itu, kalau perusahaan kakekmu itu lagi diambang kebangkrutan."

"Iya..." aku tertunduk lesu.

Felix memasukkan kartu atm-nya. "Kamu butuh uang berapa, sayang?"

"Jangan, Felix. Aku kan cuma mau beli kado buat Bagas aja."

"Mau berapa, sayang ---"

"Enggak usah, Felix."

"Aku marah nih ya ---"

"Felix ---" aku tatap dia dengan mata berkaca-kaca.

Mungkinkah memang benar, kalau kakek sudah bangkrut?

"Ody, sayang ---"

"Aku bingung ---"

Aku keluar dari bilik atm, dan langsung masuk ke dalam mobilnya Felix lagi. Aku cemas dengan kondisi kakek dan Om Gerald. Jika mereka sudah tidak kaya, bagaimana nasib Om Panda sementara tubuhnya dipenuhi dengan tato naga dan macan...?

"Fiiuuhhh, habis ini gimana kalau kita ke Senayan City?"

"Aku mau pulang aja, Felix."

"Sayang --- hei..." Felix mengangkat daguku. "Mulai sekarang, kalau kamu butuh sesuatu, bilang aja sama aku ya..."

"Jangan, Felix. Aku kan sudah gak punya bunda dan nenek.."

Felix mencium dahiku. "Ini kamu pegang aja."

"Felix!!" aku memelotot.

"Apa?!!" Felix ikutan memelotot.

"Ini banyak banget!! Nanti kalau hilang gimana?"

Felix mengambil tas ranselku. Lalu memasukkan uang yang habis ia ambil dari atm, ke dalamnya.

"Rencananya kamu mau beli kado apa?"

"Hmmm --- apa ya...?" aku tatap wajahnya Felix. "Kalau Felix mau kasih apa?"

"Aku sih terserah kamu aja. Nanti kan, ucapannya juga dari kita berdua."

"Gimana kalau kita beliin handuk aja selusin."

"Handuk?"

"Iya, Felix. Meskipun Bagas orang kaya, tapi dia itu sering keringetan."

"Hahaha, kamu ada-ada aja."

Di Senayan City, bukannya mencari kado buat Bagas, Felix malah mengajakku makan sampai perutku hampir meledak. Setelah makan, dia juga membelikan sepatu kets untukku.

"Kamu kenapa, sayang?"

"Gak papa, Felix!" Aku jadi gugup.

"Masih laper ya?"

"Enggak kok."

"Terus...?"

"Aku kebelet pipis, hhheehee..."

Felix mengangguk. Senyumnya sangat menawan dan menggoda.

Kutinggalkan dia sendiri. Soalnya aku tahu dia lagi sibuk dengan hapenya. Mungkin, Felix mau jadi sosialita juga seperti Gilbert.

CLOUDY 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang